Empat Kades di Tuban Tersangkut Dugaan Korupsi
Selasa, 23 Agustus 2016 11:00 WIBOleh Heriyanto
Oleh Heriyanto
Tuban – Kasus penyimpangan dana kas desa menyeret sejumlah oknum kepala desa di Kabupaten Tuban. Saat ini setidaknya ada empat oknum kades yang diduga terlibat kasus penyimpangan dana kas desa.
Keempat kades tersebut yakni Kades Sawir, Kecamatan Tambakboyo, Nur Indayani. Kades perempuan itu terlibat dugaan korupsi dana dari perusahaan semen Holchim untuk desa sebesar Rp 1,5 miliar. Kasus itu dikuak oleh tim pidana khusus (pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tuban.
Selanjutnya Kades Plumpang, Kecamatan Plumpang, Tumito diduga mengorupsi dana hibah dari Kementerian Koperasi dan UKM sekitar Rp 285 juta. Dana tersbut sebelumnya diperuntukkan renovasi pasar Plumpang. Kasus tersebut dikuak tim Pidsus Kejari Tuban.
Ada juga Kades Talun, Kecamatan Montong, Rujito pekan lalu dijebloskan ke penjara oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Tuban. Dia diduga korupsi dana desa sekitar Rp 111 juta. Uang tersebut digunakan untuk beli mobil. Kasus itu dikuak oleh penyidik Polres Tuban.
Terakhir, kasus yang lagi hangat, tim Pidsus Kejari Tuban memeriksa Kades Cangkring, Kecamatan Plumpang, Kasmadi. Kasmadi dilaporkan oleh warganya karena diduga menyelewengkan dana desa untuk pembangunan sumur bor.
“Kami telah memeriksa Kades (Kasmadi) tersebut. Selanjutnya, kami akan memeriksa saksi-saksi lainnya,” kata I Made Endra AW, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Tuban.
Made mengaku saat ini tim Kejari masih menyelidiki dan mengumpulkan data. Proses selanjutnya, ia akan memanggil saksi-saksi untuk dimintai keterangan. “Kami akan memeriksa saksi lain, termasuk TPKD (Tim Pelaksana Kegiatan Desa),” kata Made.
Kasmadi dilaporkan oleh sekelompok warganya yang mengatasnamakan Forum Komunitas Peduli Masyarakat Cangkring, Kecamatan Plumpang. Seorang anggota forum tersebut, Slamet Priyanto menyatakan, ada dugaan penyelewengan dana desa tahun 2015.
“Kami sudah melaporkan ke Kejari. Jumat (19/8/2016), Pak Made sudah datang ke desa kami,” kata Slamet.
Dugaan korupsi yang dilaporkan warga, di antaranya dugaan penggelembungan dana proyek pembuatan sumur bor alias tidak sesuai dengan laporan. Proyek tersebut menggunakan dana sekitar Rp 274 juta.
“Kami menghitung, pembuatan sumur bor dipekirakan hanya menghabiskan dana sekitar Rp 150 juta,” ungkap Slamet.
Laporan kedua, kata Slamet, proyek tersebut seharusnya dikerjakan oleh Tim Pelaksana Kegiatan Desa (TPKD). Namun, pelaksanaan proyek diambilalih oleh kades. Dari pengambilalihan itu, warga mengindikasikan ada penyelewengan wewenang untuk memperkaya diri.
“Kades menggunakan CV lain. Kami juga tidak tahu, CV apa yang mengerjakan karena saat pengerjaan proyek tidak ada papan pelaksana proyek,” ujarnya.
Sementara itu, Kades Kasmadi saat dikonfirmasi membantah semuah tuduhan warganya. Laporan warga ke Kejari awalnya berupa proyek itu mangkrak dan tidak keluar airnya. Namun, pada saat diperiksa oleh tim Kejari dan Inspektorat, tidak ada masalah dalam pengerjaan proyek sumur bor itu.
“Ini masalah politis. Di sana nanti kan ada tiga sumur. Ada pengusaha pengairan (Desa Cangkring punya saham 20 persen) yang ada di sana merasa terganggu dengan adanya sumur bor. Dikira, desa akan mengambilalih. Padahal, maksud kami, nanti bisa dikerjasamakan,” papar Kasmadi.
Mengenai proyek tidak melibatkan TPKD, Kasmadi lagi-lagi membantah laporan warga. Ia mengaku, pelaksanaan proyek sudah sesuai prosedur. Sebelum mengerjakan proyek ada surat keputusannya.
“Pembayaran dilakukan Ketua TPKD, ketika belanja juga dilakukan Ketua TPKD. Tidak benar itu (tudingan korupsi). Semua ini mengandung politis. Itu karena pengusaha curiga, usaha pengairan akan diambilalih desa,” tandasnya. (her/kik)