Masa Depan Ekonomi Bojonegoro: Miskin, Tertinggal atau Maju dan Sejahtera?
Rabu, 28 September 2016 22:00 WIBOleh Suyoto
Oleh Suyoto
TIDAK ada kepedihan abadi, sebagaimana tidak ada kesenangan yang abadi. Kepedihan dan pesta pasti akan berlalu. Kalimat itu rasanya pas untuk menggambarkan bagaimana kondisi perekonomian Bojonegoro. Berlama lama miskin, kadang dapat sedikit kegembiraan panen tembakau, lalu susah karena banjir dan kekeringan, sedikit lagi dapat bahagia: panen padi, ternak dan kemudian panen proyek migas. Tapi derita dan kesenjangan itu juga silih berganti, datang, berlalu, dan mungkin datang lagi. Entah sampai kapan begini.
Sejak awal kita semua paham bahwa proyek migas itu usianya cuma tiga sampai empat tahun. Jadi saat banyak lengah karena pesta proyek migas, kita sudah saling ingatkan: ”waspada"! Sama juga saat harga minyak naik, pikiran kita melambung, khayal kita tinggi akan ada trilyunan uang masuk ke APBD Pemkab Bojonegoro dan Pemdes. Kita menunggu saat produksi minyak mencapai puncak, saat di mana uang itu akan datang. Walau kita tahu produksi puncak itu mungkin hanya tiga tahun. Kita tidak ikut menentukan harga minyak, namun kita terkaget saat puncak produksi, harga minyak mencapai titik terendah. Harga yang semula lebih 100 USD perbarrel, tiba tiba dibawah 30 USD perbarrel. Harapan kita tiba-tiba terbang.
Apa makna semua ini? Bagi saya, inilah hukum ekonomi yang harus kita terima apa adanya. Peristiwa ekonomi di Bojonegoro tidak berdiri sendiri. Selain faktor alam, ada faktor politik dan persaingan perdagangan global. Tapi inipun juga sudah biasa, bukan hanya Bojonegoro yang mengalaminya. Peristiwa yang biasa inilah yang tidak boleh kita hadapi dan kelola dengan cara yang biasa biasa! Setiap detik dan menit, hidup di Bojonegoro harus terus penuh usaha.
Kita tidak boleh larut dalam kepedihan, pun tidak boleh hanyut dalam pesta. Hidup di Bojonegoro harus selalu eling lan waspodo, ingat dan waspada. Sedikitpun tidak boleh sembrono, karena lingkungan alam kita jauh lebih sulit dibandingkan daerah lainnya. Sementara ada gemerlap kanan kiri menggoda kita untuk hidup sembrono. Untuk itu, diperlukan strategi hidup yang benar agar setiap rezeki dan kesempatan menjadi nikmat berkelanjutan!
Saya mohon Anda bersabar membaca tulisan ini sampai tuntas. Sabar ya!
Pertama. Jadilah orang yang sehat, cerdas dan produktif agar bahagia. Jangan ada yang pernah berpikir atau membayangkan akan hidup dari belas kasihan orang lain. Bahkan sekedar bercita cita agar menjadi menantu orang kaya dan hidup enak karenanya, sebaiknya dihilangkan. Apalagi berpenampilan melas untuk mengundang belas kasihan pihak lain.
Hiduplah karena kita layak hidup. Hidup karena kita sanggup berkontribusi untuk pihak lain. Benar sekali ungkapan “hiduplah dengan cara membari manfaat terhadap orang lain dan jadilah orang terbaik dengan terbanyak memberi manfaat terhadap sesama.” Jadilah orang kuat dan hebat yang dengan percaya diri selalu berkata, “Apa yang dapat saya bantu atau what can I do for you atau what can I help for you,” setiap kali bertemu pihak lain. Bukan sebaliknya, selalu membayangkan bantuan, belas kasihan atau uluran tangan pihak lain.
Kedua, menabung dan berinvestasilah. Jangan umbar konsumsi. Nasehat orang tua agar gemi dan menabung itu benar adanya. Bila mendapatkan rezeki jangan berpikir menghabiskan secepatnya. Pikirkan bagaimana memperpanjangnya. Bila belum bisa menjadikannya usaha produktif lebih baik ditabung. Usaha produktif itu bisa bersifat ekonomi, tapi juga sosial dan budaya. Menggunakan uang untuk belajar agar kelak kemampuannya meningkat itu juga termasuk produktif.
Ketiga, pahami apa yang akan membuat ekonomi Bojonegoro berkelanjutan. Bahasa lainnya, apa yang akan membuat orang Bojonegoro terus bisa memperoleh pendapatan, syukur terus meningkat. Pertanian, peternakan dan perikanan harus meningkat dari sisi produktivitas maupun jenisnya, pengolahan pasca panennya. Peluang industri migas harus ditangkap semaksimal mungkin.
Namun kita percaya bahwa dua sektor ini belum mampu memberi pekerjaan seluruh rakyat, apalagi kalangan mudanya. Dengan kualitas SDM yang terbatas, maka industri di Pedesaan harus digalakkan, para pengusaha harus kita rayu dan yakinkan dengan kemudahan, insentif dan dukungan agar mau membuka usaha padat karya di pedesaan. Sektor jasa terutama jasa layanan kesehatan dan pendidikan tinggi kita wujudkan daya saingnya, agar suatu saat menjadi pendorong ekonomi baru Bojonegoro. Dokter spesialis harus cukup, perguruan tinggi swasta di Bojonegoro tidak boleh jago kandang, apalagi cuma berharap calon mahasiswa lokal yang terpaksa kuliah karena tidak bisa pergi. AKN dan Poltek dapat menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi. Program diploma dua selain murah akan menjadi tempat yang tepat bagi anak muda Bojonegoro menjadi tenaga terampil. Program akademik S1 tetap penting, tapi biarkan untuk mereka yang mampu.
Industri, termasuk perdagangan dan kesehatan, memerlukan tenaga trampil. Mereka yang tidak tertampung di industri dapat bekerja dan ikut mengembangkan sektor wisata yang mulai menggeliat, baik wisata alam dan buatan di pedesaan dan perkotaan. Bidang lain yang menjanjikan tanpa harus pergi ke luar Bojonegoro dan tidak memerlukan fasilitas mahal adalah sektor industri kreatif, baik bidang IT atau bidang apa saja yang disentuh secara kreatif dengan menghadirkan ilmu pengetahuan, seni dan teknologi.
Saya pernah ketemu degan anak anak muda di Semarang dengan penghasilan lebih Rp 250 juta perbulan cukup dengan modal laptop. Syaratnya anak-anak harus kreatif dan punya pergaulan IT yang luas ke seluruh dunia.
Keempat, tinggalkan budaya hidup dengan warisan. Saatnya menciptakan warisan. 70 tahun Indonesia merdeka, alam pikir kita masih mengatakan Indonesia ini kaya raya, dulu miskin karena kekayaannya diambil penjajah. Nyatanya dan sejujurnya harus dikatakan yang menghabiskan hutan, batubara, minyak dan tambang lainnya bukan Penjajah, tapi bangsa kita sendiri. Kita baru berpikir freedom from atau merdeka dari, belum banyak berpikir freedom for a positive atau merdeka untuk sesuatu yang positif.
Jika kita berteriak: pemerintah tidak adil, kita hanya ingin mengatakan: mana bagian saya. Keadilan baru dimaknai sebagai keadilan distributif dan belum menjangkau keadilan partifipatif. Cara berpikir lama ini harus kita tinggalkan karena terbukti tidak membuat kita sejahtera bersama, hanya bikin kita gegeran dan besar sifat dengkinya.
Ayo berbuat sesuatu yang bermafaat, pikirkan apa yang laku bagi orang lain. Hiduplah dengan cara menjual sesuatu kepada pihak lain. Setiap orang, rumah tangga, sekolah, perangkat desa, tokoh partai, tokoh agama dan siapapun yang bisa bicara, harus berteriak yang sama, mari bikin warisan dan jangan rebutan warisan. Jadilah pengusaha yang bikin warisan, jangan hanya mengandalkan sumberdaya alam dan proyek pemerintah semata.
Kelima, tugas besar ini tidak dapat hanya dikerjakan pemerintah. Kenapa? Karena kita memilih demokrasi dengan banyak partai, bukan demokrasi satu partai seperti China. Demokrasi mengharuskan masyarakat kuat, akademisi hebat, organisasi sipil yang professional dan kuat, dan adanya pebisnis yang handal. Empat kelompok ini sering disebut ABGC (akademisi atau ilmuwan, business man, government dan communities). Keempat kelompok inilah yang harus bersinergi. Orang yang berilmu dan merasa ngerti jangan hanya menjadi penonton atau pengamat, terlibat langsung belajar dan mencoba jalan terbaik. Sinergitas ini dilandasi dengan semangat kualitas saling percaya dan karya manfaat. Di siniliah prinsip Open Government Partnership sangat relevan: transparansi, akuntabilitas, partnership, inovasi dan IT sebagai penopang.
Kita bersyukur saat ini Bojonegoro terpilih menjadi pilot project dunia untuk praktek OGP. Bila ini berhasil akan banyak berkah yang kita peroleh. Salah satunya akan banyak orang luar berwisata sambil belajar pemerintahan ke Bojonegoro. Lumayan, dari daerah yang dulu dikenal banjir dan miskinnya, kini dikenal sebagai pioner dunia bidang OGP.
Keenam, di atas itu semua harus disadari bahwa skenario apapun pembangunan ekonomi Bojonegoro bila tidak didukung SDM handal yang sehat, cerdas dan produktif maka akan panen kegagalan. Boleh jadi akan tampak ada kemajuan tapi pasti orang luar yang akan menikmatinya. Bisa jadi ada kemajuan sesaat, tapi akan berhenti dalam jangka panjang. Dalam pembangunan SDM, saya minta semua pihak berhenti mengeluh, fokuskan usaha pada semua kemungkinan yang dapat mengantarkan anak anak kelak paham bagaimana harus hidup dan menjalaninya dengan baik
Mari selalu teriakkan: lampaui batas maksimalmu. Mengapa bicara maksimalitas? Karena kita terlalu lama hanya berkutat pada keterbatasan. Bahkan terlalu sibuk membicarakannya.
Penutup
Sebentar lagi ada pilkades, tahun 2018 ada pilihan Bupati dan Gubernur Jawa Timur, lalu tahun 2019 ada pemilu untuk Presiden dan anggota legislatif. Apa yang membedakan negara maju dengan negara yang baru latihan demokrasi? Di negara yang maju ekonominya, pemilu adalah cara untuk memilih strategi pembangunan ekonomi yang lebih tepat. Di Amerika, Inggris, Jerman, Jepang, Korsel dan Australia seluruh rakyat dan para politisinya telah sepakat kapitalisme sebagai cara membangun ekonomi.
Perbedaan partai hanya soal apa yang harus diprioritaskan dalam lima atau empat tahun ke depan. Soal ideologi pembangunan ekonomi ini, kita harus jujur mengatakan di tempat kita masih kabur. Akibatnya pilkades, pilkada dan pemilu belum menjadi sarana efektif bagi kemajuan kesejahtaraan bersama.
Masih banyak calon kades, anggota legislatif, kepala daerah dan bahkan bakal calon kepala negara di kepalanya hampa strategi pembangunan ekonomi. Padahal merekalah yang kelak akan mengelola pemerintahan. Karena itu, jangan heran setelah jadi, mereka tidak tahu persis apa yang harus dilakukan. Karena itu, saya mohon, bapak ibu tidak bosan membaca tulisan ini, menyebarkannya kepada semua pihak, agar setidak tidaknya kita memiliki pemahaman umum soal bagaimana melanjutkan pembangunan ekonomi Bojonegoro.
Masa depan Bojonegoro di tangan kita semua! Kitalah raja atas diri dan jiwa kita.
Salam merdeka berkepribadian kuat dan berkedaulatan secara politik untuk menciptakan kemandirian ekonomi bangsa (Soekarno).
Selamat Hari Jadi Bojonegoro ke 339!
Penulis adalah Bupati Bojonegoro