Rendemen Padi Bojonegoro Terendah di Jawa Timur
Sabtu, 03 Oktober 2015 18:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
Gayam - Rendemen atau hasil beras putih yang dihasilkan padi di Bojonegoro ternyata terendah di Jawa Timur. Semestinya dari padi seberat satu kuintal, dapat memperoleh beras sebanyak 63-65 kilogram. Namun di Bojonegoro rata-rata hanya mengasilkan sekitar 50 kilogram. Berbeda dengan daerah lain seperti Malang dan Tulungagung, yang dapat menghasilkan beras 70 kilogram.
Hal ini disampaikan Dwi Prayitno, peneliti dari LSM Bina Swadaya, dalam acara Pusat Inkubasi Bisnis Program Kemasyarakatan Penunjang Operasi (PKPO) ExxonMobile Cepu Limited di Desa Ngraho, Kecamatan Gayam, Sabtu (03/10).
Pria asal Kota Malang itu menambahkan, rendemen tersebut memakai sampel padi terbaik di Kecamatan Gayam. "Untuk daerah lain bisa jadi lebih rendah lagi," tandasnya.
Menurut peneliti dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (LESOS), Trawas, Mojokerto itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya rendemen padi di Bojonegoro. Pertama, pemakaian bibit yang kurang tepat. Rata-rata petani memakai bibit dari hasil panen padi hibrida. Padahal tidak semua padi hibrida layak digunakan untuk pembibitan.
Faktor lainnya adalah perlakuan pasca panen. Rata-rata selain padi atau gabah, petani juga mengikutsertakan abu dan jerami bawaan. Sehingga hal itu turut menambah berat timbangan padi pasca panen. Selain itu faktor lain penyebab rendahnya rendemen padi menjadi beras adalah tingginya kadar air.
"Bisa diamati ketika padi habis didos, pasti tak hanya padi yang dimasukkan glangsing. Melainkan juga benda lainnya. Beda dengan daerah lain, dalam satu glangsing pasti ditambah sekilo gabah lagi," imbuhnya kepada beritabojonegoro.com (BBC).
Senior Community Relations Advisor EMCL Wahyu Sadewo, mengatakan, Pusat Inkubasi Bisnis merupakan program untuk meningkatkan kesejahteraan petani di Blok Cepu. Di situ petani diajak untuk tidak hanya memperhatikan produksi atau tanam. Tetapi juga meningkatkan kualitas dan bagaimana meraih pasar potensial.
"Semoga kreativitas yang ada tidak hanya saat program saja, tetapi juga berlanjut setelahnya," ujarnya. (rul/tap)