Mbah Sular, Hidup Miskin di Tengah Kota Kaya Minyak
Sabtu, 07 Mei 2016 18:00 WIBOleh Hariyanto
Oleh Hariyanto
Kota - Poster Presiden Republik Indonesia pertama, Ir Soekarno mengenakan jas warna putih dan peci hitam dipajang di dinding papan kayu rumah Sular (70). Poster itu seolah menjadi saksi bisu kemiskinan yang dialami Sular di tengah kota kaya minyak, Bojonegoro.
Rumah Sular bertolak belakang dengan rumah tetangganya. Genting yang menutupi rumahnya sudah berongga. Kala hujan tiba, air menetes dimana-mana. Kayu peyangga rumah sudah lapuk. Hampir seluruh dinding berlapis debu sudah lama tak dibersihkan. Ia sudah mendiami rumah itu sejak tahun 1976.
Berbagai barang rongsokan berada di halaman samping rumah bisa menyiutkan mata orang yang melihatnya. Empat poster kusam bertahan terpasang di dinding papan rumah, yaitu, poster Ir Soekarno, Michael Owen, personel grup band Sheila On 7, Winnie The Pooh, dan Spiderman.
Di tengah hidup miskin, Sular hanya memiliki dua benda berharga, yaitu, radio di atas meja dan becak terparkir di samping depan rumah. Sebuah lampu dop warna kuning menerangi ruang tamu. Tak ada tempat tidur yang layak ditempati. Sebuah sofa lapuk berlapis sarung menjadi tempatnya istirahat kala malam tiba.
Sular adalah satu-satunya orang termiskin di lingkungan RT 04 RW 05 Gang Caraka VII, Kelurahan Ledok Kulon, Kota Bojonegoro. Selama ini, ia seolah terlupakan oleh aparat pemerintah Bojonegoro. Tak ada bantuan satu pun yang diterimanya. Sular harus menanggung pengobatan sendiri ketika sakit menjangkitinya.
“Pernah dilaporkan ke desa untuk dibantu memperbaiki rumah, katanya akan dibantu bupati, tapi sampai saat ini tidak ada realisasinya,” kata Sular bertelanjang dada dan hanya mengenakan sarung saat ditemui di rumahnya.
Kendati hidup di tengah kemiskinan, Sular tak pernah meminta-minta kepada orang lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, ia bekerja sebagai tukang becak. Kadangkala, ia juga mencari rongsokan untuk dijual.
“Kadang masih mengayuh becak, tapi sekarang sudah kalah karena orang-orang sudah bawa kendaraan sendiri,” ujarnya.
Pria lanjut usia itu memiliki lima anak. Istrinya, Sumarah sekitar setahun lalu memilih tinggal di Dusun Pede, Desa Sidonganti, Kecamatan Ngraho, Kabupaten Bojonegoro. Dua anaknya telah meninggal dunia, dua anak lainnya tinggal di Kalimantan dan Sumenep, sedangkan satu anaknya tinggal bersamanya, tapi mengalami gangguang jiwa.
“Saya tinggal di sini (bersama Sular bernama Selamet), tapi dia sakit. Pernah saya ajak berobat, tapi biaya mahal, sekitar dua jutaan,” tukas Sular yang tubuhnya sudah kurus ini.
Keadaan ekonomi Sular bertolak belakang dengan kondisi memiliki kekayaan minyak yang dimiliki Bojonegoro. Di kabupaten yang terkenal dengan makanan khas ledre itu, beberapa perusahaan berskala internasional mengeksploitasi kekayaan alam tersebut. Dari eksploitasi itu, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro mendapatkan ratusan miliar hingga triliunan dari dana bagi hasil minyak dan gas bumi.
Ketua RT 04 RW 05 Gang Caraka VII, Kelurahan Ledok Kulon, Edy Budiono mengatakan, kondisi kehidupan Sular paling miskin di antara 96 keluarga yang lain di RT itu. Edy membenarkan Sular tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah.
“Pak Sular pernah dapat raskin (beras miskin), itu pun sebenarnya bukan jatahnya. Di sini yang dapat raskin hanya ada dua orang. Memang, Pak Sular ini tidak pernah mendapatkan bantuan apapun, kalau warga kiri dan kanan memang kadang memberi makanan,” papar Edy yang rumahnya berjarak sekitar 10 meter dari rumah Sular.
Kata Edy, kadang anak dan istri Sular menjenguknya. Beberapa hari lalu, anaknya yang di Kalimantan bernama Khairum mengjenguknya dan akan membawa adiknya, Selamet berobat ke sebuah pengobatan alternatif. Tapi batal karena untuk mengobatkan Selamet, pengobatan alternatif mematok biaya Rp 600.000 per bulan.
“Selama ini, pihak desa belum pernah ke sini. Mungkin karena saya belum lapor,” pungkasnya. (har/kik)