Bengawan Solo Riwayatmu Kini (bagian 6)
Menikmati Secangkir Kopi di Tepian Bengawan Solo
Kamis, 15 Oktober 2015 07:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
Kota – Sungai Bengawan Solo yang membelah wilayah Bojonegoro mulai dari Margomulyo di ujung barat hingga Baureno di ujung timur menawarkan pesona alam yang menakjubkan. Sungai itu menjadi urat nadi masyarakat Bojonegoro. Bila musim kemarau, tonjolan batu-batu dan endapan pasir terlihat dengan jelas di tepian sungai. Para nelayan juga sering terlihat menjala atau memancing ikan naik perahu kecil menyusuri sungai itu.
Saat senja apabila matahari kemerahan mulai tenggelam di ufuk barat, matahari yang memerah itu akan terlihat memantul di Bengawan. Sungguh indah. Burung dadali juga terlihat terbang lalu menukik turun lalu minum di sungai itu. Di bantaran sungai itu juga sangat subur dan ditanami bermacam tanaman seperti jagung, kacang hijau, kacang tanah, dan tembakau oleh para petani. Sungguh Sungai Bengawan Solo menjadi berkah bagi masyarakat Bojonegoro.
Namun, keelokan sungai terpanjang di Pulau Jawa itu terancam dengan ulah beberapa gelintir orang yang mengeruk keuntungan dari keberadaan sungai itu. Ibarat bunga yang sedang mekar, banyak kumbang yang ingin menghisap madu dari Bengawan Solo. Airnya disedot untuk keperluan industri minyak, pasirnya dikeduk disedot secara serampangan sehingga mengakibatkan longsor dan kerusakan sungai, serta sungai itu menjadi tempat buangan bermacam limbah mulai limbah industri, limbah rumah tangga, sampai buang hajat. Aduhai, Bengawan Solo yang bak perawan rupawan itu terenggut keperawanannya.
Bukan hanya kekayaan sumber daya mineral saja yang sebenarnya bisa dimanfaatkan dari Bengawan Solo, namun keelokan sungai itu sebenarnya juga bisa dijual tanpa harus merusak sungai. Seperti misalnya warung kopi milik Kamto di tepian Bengawan Solo, persisnya di Taman Bengawan Solo, yang menyuguhkan pesona alam Bengawan Solo itu sambil nongkrong menikmati kopi atau teh.
Sore itu, BBC, sapaan BeritaBojonegoro.com, menikmati asyiknya nongkrong di warung kopi di tepian Bengawan Solo. Air sungai mengalir tenang. Tampak beberapa truk sedang terparkir di tepi utara Bengawan Solo. Menanti muatan pasirnya penuh. Tampak juga beberapa perahu yang berlabuh. Dan hanya satu perahu yang beroperasi bolak balik menyeberangkan penumpang.
Salah satu penumpang perempuan separuh baya membawa tas yang terbuat dari karung berisi makanan yang dibelinya di pasar. Dengan ramah menjawab pertanyaan pertanyaan dari wartawan tanpa perlu bertanya untuk apa. Mak Yatmi namanya, setiap hari menyeberang menggunakan jasa perahu. Setiap hari dia mengirim daun pisang ke stasiun, pisang becici (pisang muda untuk rujakan) "Tadi untuk kulakan habis Rp90.000, untuk ongkos transportasi Rp 40.000. Dan saya membawa pulang Rp460.000," ujarnya ceria.
Mak Yatmi pun naik perahu yang sudah menepi di selatan. Untuk perahunya baling - baling kemudilah yang mengatur pergerakan dan arah laju perahu. Perahu berputar setiap akan menepi, setiap akan menepi, baling baling kemudi yang sebelumnya di belakang di geser di samping perahu untuk memutar perahu.
Duduk di taman Bengawan Solo akan melihat liku aliran sungai sehingga daratan di seberang terlihat seperti pulau kecil yang dililit sungai. Aliran sungai membentuk huruf U, yang mana pojok timur dan barat berbelok ke utara.
Sedangkan corak langit didominasi biru dibubuhkan oranye di sebelah barat. Biru gelap mulai merambat dari timur. Lampu lampu mulai dinyalakan, terlihat seperti titik bintang dari seberang. Satu dua ekor burung melintas mungkin mencari tempat pulang. Dan suara azan berkumandang.
Beberapa warung kopi yang berada di taman Bengawan Solo pun menjadi tujuan para pemuda untuk ngopi dan menikmati suasana di pinggir sungai. Sebaris meja pun ditata langsung menghadap bengawan.
"Suasana di sini enak, tidak terlalu ramai, dan sejuk," tanggap Surono, salah satu penikmat kopi sambil nongkrong di warung itu berlama-lama.
Menikmati secangkir kopi saat senja di Bengawan Solo terasa sangat syahdu. Sungai Bengawan Solo itu akan selalu menawarkan keindahan dan pesona yang tak ternilai harganya. (ver/kik)