Jamu Gendong Masih Eksis
Kamis, 13 Agustus 2015 14:00 WIBOleh Linda Estiyanti
Oleh : Linda Estiyanti
Kota - Panas yang terik tidak menjadi hambatan untuk mencari penghasilan. Peluh berjatuhan tidak dihiraukan demi gemerincing uang. Seperti yang dikerjakan Yati (56), asal Dusun Pencol Desa Parangbatu, Kecamatan Parengan.
Yati, seorang ibu yang berprofesi sebagai penjual jamu dengan cara digendong. Yati mengaku sudah menjual jamu gendong selama kurang lebih dua puluh tahun. Ibu dua anak itu memulai profesi itu ketika anak pertamanya berusia dua tahun, sampai sekarang kedua anaknya sudah berkeluarga.
Yati menjual jamu tradisional buatannya sendiri. Ia selalu berusaha menjaga rasa jamu racikan turun temurun dari sesepuhnya. "Buat sendiri mbak. Ada gepyok, kunir asem, beras kencur, suroh," ujar Yati kepada BBC (beritabojonegoro.com) saat ditemui sedang melayani pembelinya.
Perempuan yang suaminya bekerja sebagai penggembala ternak milik tetangga itu, menjajakan jamunya di sekitar Terminal Rajekwesi Bojonegoro, Pasar Buah, dan terkadang juga keliling di wilayah Bojonegoro. "Biasanya sampai Kapas dan Balen," sambungnya sambil merapikan botol-botol jamunya.
Setiap hari, mulai pukul 08.00 WIB, Yati harus naik bus jurusan Jatirogo - Bojonegoro untuk menjual jamu-jamunya. Kemudian setelah jamunya habis terjual sekitar pukul 15.00 WIB ia kembali pulang dengan menaiki bus juga.
Berjalan dengan menggendong jamu di punggungnya seolah sudah menjadi kebiasaan. Tidak peduli dengan perkembangan teknologi yang sudah canggih, Yati mengaku akan terus berjualan jamu dengan cara digendong sampai fisiknya sudah tidak kuat lagi untuk berjalan dan menggendong. (lyn/inc)