Masih Ada Balita Gizi Buruk dan Gizi Kurang di Bojonegoro
Jumat, 30 Oktober 2015 13:00 WIBOleh Mulyanto
Oleh Mulyanto
Kota - Kasus anak balita mengalami gizi buruk masih terjadi di Kabupaten Bojonegoro. Sejak Januari hingga September tahun ini tercatat 26 balita mengalami gizi buruk. Meskipun jumlah itu tergolong kecil, namun tetap perlu diwaspadai karena ada potensi bertambah, mengingat kondisi cuaca dan perekonomian yang terus memburuk.
Menurut Kabid Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Bojonegoro Suharto, meskipun masih ada penderita gizi buruk di wilayah Bojonegoro, jumlahnya menurun drastis. Padahal tahun ini Dinkes mematok target penderita gizi buruk 593 balita.
"Penurunan itu menunjukkan upaya Dinkes memerangi gizi buruk cukup berhasil. Harapan kami penderita gizi buruk ke depan terus menurun," ujarnya kepada beritabojonegoro.com, Jumat (30/10).
Gizi buruk pada anak balita disebut juga kurang energi protein (KEP) yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari. Penyebab timbulnya gizi buruk, di antaranya kurang makan makanan bergizi dalam waktu lama, menderita sakit kronis, dan mengalami gangguan fungsi saluran pencernaan.
Tanda balita gizi buruk, berat badan kurang dari berat badan seharusnya. Secara klinis ada dua tipe gizi buruk yaitu marasmus dan kwashiorkor. Ciri gizi buruk tipe Marasmus adalah tubuh balita itu sangat kurus, wajah seperti orang tua, perut cekung, kulit keriput, jaringan lemak sangat sedikit, cengeng dan rewel.
Sementara ciri balita gizi buruk tipe Kwasiorkor adalah bengkak seluruh tubuh terutama di kaki, wajah membulat sembab, rambut kusam mudah dicabut, dan mata sayu.
"Gizi buruk ini bisa mengganggu pertumbuhan dan kecerdasan pada balita, juga dapat menurunkan kualitas SDM. Sehingga gizi buruk ini perlu penanganan khusus," terang Suharto.
Selain balita gizi buruk, Dinas Kesehatan juga melansir data balita gizi kurang. Dalam periode yang sama, Januari-September, balita yang menderita gizi kurang mencapai 4.495 balita di seluruh wilayah Bojonegoro.
"Angka balita gizi kurang masih tinggi, hampir melampaui target Dinkes yang dipatok 5.000 balita gizi kurang pada tahun ini. Kondisi inilah yang masih menjadi PR kami," ujarnya.
Balita gizi kurang itu adalah balita yang terganggu kesehatannya akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan berat.
Penyebab gizi kurang, antara lain kebiasaan makan dimana makanan yang dikonsumsi kurang mengandung kalori dan protein. Faktor lain yang dapat menimbulkan gizi kurang adalah penyakit metabolik, infeksi kronik atau kelainan organ tubuh lain.
"Upaya pencegahan saat ini terus dilakukan. Di antaranya rutin dilakukan sosialisasi makanan bergizi dengan menggunakan bahan makanan lokal di setiap posyandu di desa-desa. Selain itu pemberian imunisasi vitamin A. Pemberian ASI ekslusif 6 bulan dan dilanjutkan menyusui sampai 24 bulan, juga menentukan tingkat gizi balita," pungkasnya. (mol/tap)
*) Foto dari gayahidupku.com