Suhu Udara di Bojonegoro
Suhu Semakin Panas, Warga Tak Nyenyak Tidur
Selasa, 03 November 2015 21:00 WIBOleh Mujamil E. Wahyudi
Oleh Mujamil Edi Wahyudi
Kota - Dalam sepekan ini, warga Kabupaten Bojonegoro mengeluhkan suhu udara yang panas. Meskipun malam hari, suhu udaranya mampu membuat orang berkeringat. Istilah orang Jawa itu ungkeb atau sumuk. Mau tidur siang tidak kerasan, tidur malam pun sama saja. Banyak orang penasaran, ada apa gerangan belakangan ini di Bojonegoro?
Banyak yang menduga bahwa rasa panas atau ungkeb itu akibat memasuki masa pancaroba. Langit gelap mendung tetapi tidak turun hujan.
"Dari pengukuran Badan Lingkungan Hidup Bojonegoro suhu udara di kawasan kota, di antaranya bundaran Adipura, terminal Rajekwesi dan pemukiman padat kendaraan Jalan Gajah Mada, antara 33,9 hingga 36,8 derajat celcius," ujar Kepala Bidang Pengkajian dan Laboratorium BLH Bojonegoro Hari Susanto, Selasa (03/11).
Tingkat suhu udara setinggi itu, sudah cukup membuat warga kota keringatan saat siang dan malam hari. Akibatnya mereka selalu mengeluh kepanasan, dan berusaha mencari angin ke luar rumah. Bahkan sejumlah warga tampak melepas baju, lalu rebahan di lantai yang berbahan tegel atau keramik.
Suhu lebih panas dirasakan warga di Desa Mojodelik, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Suhu di desa tersebut mencapai 41,6 derajat celcius pada pukul 14.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB. Panasnya suhu udara di wilayah ini disinyalir karena di atas kawasan sumur minyak dan gas bumi Blok Cepu.
Tiga papan temperatur (alat ukur suhu udara) dan humidity (kelembaban udara) di tiga lokasi, tepatnya di kantor Desa Gayam, Kecamatan Gayam, dan Desa Mojodelik, ketiganya menunjukkan suhu udara antara 39 derajat celcius hingga 42 derajat celcius.
"Beberapa bulan terakhir ini panasnya begitu menyengat, padahal tahun lalu panasnya tidak seperti ini, Mas," keluh Sarpin (45), warga Desa Mojodelik.
Sudah tentu, tingginya suhu udara itu berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang hidup Desa Mojodelik, Kecamatan Gayam. Lahan persawahan yang biasanya ditanami jagung, padi, kacang hijau dan tembakau, kini tampak retak-retak, dan tandus. Bahkan hampir tidak ada aktivitas pertanian.
"Saya tidak tahu secara persis ya, penyebab meningginya suhu udara di sini karena apa? Namun di desa ini terdapat pembuangan gas suar yang menggunakan sistem dibakar dan keluar ke udara atau flare," tandasnya.
Istirahat warga jadi terganggu, karena rasa ungkeb atau panas itu. Mereka tidak lagi bisa menikmati tidur nyenyak. "Pada malam hari, kebanyakan warga di sini tidur di emperan rumah demi mendapatkan angin alami. Angin dari kipas angin tak bisa membantu menghilangkan kepanasan," keluhnya. (yud/tap)
*) Ilustrasi dari hariansib.co