Bangunan Peninggalan Majapahit Ditemukan di Kahyangan Api
Sabtu, 26 Desember 2015 11:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
Ngasem – Bila berkunjung ke objek wisata Kahyangan Api di tengah hutan kawasan Desa Sendangrejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, sebaiknya anda bisa memperkaya pengetahuan dan pengalaman dengan menyaksikan bangunan yang diperkirakan peninggalan masa Majapahit di dekat lokasi itu.
Beberapa waktu lalu tim arkeolog dari Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (UI) Jakarta, mengakhiri proses penggalian bangunan kuno di dekat objek wisata Kayangan Api tersebut. Bangunan batu bata merah ini diperkirakan dibangun pada abad ketujuh atau sebelum masa kerajaan Majapahit.
Tim arkeolog UI yang terdiri 15 mahasiswa, lima dosen, dan dibimbing oleh Doktor Ali Akbar melanjutkan proses penggalian sebelumnya pada Desember 2010. Penggalian kali ini membuka 35 kotak gali yang dilakukan selama kurang lebih dua minggu.
Dari penggalian kedua ini diketahui persis bentuk bangunan kuno itu yaitu berupa segi empat dengan panjang 37,5 meter dan lebar 37,5 meter. Kedalaman penggalian bangunan sekitar 50 sentimeter.
Di tengah bangunan segi empat itu terdapat bekas tungku perapian yang telah berubah menjadi fosil. Bangunan itu tersusun atas batu bata merah yang cukup tebal dan lebar yang kondisinya sudah rapuh. Di atas susunan batu bata merah itu terdapat batu putih
“Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ketujuh atau sebelum masa Majapahit,” ujar Doktor Ali Akbar.
Menurutnya, bentuk batu bata pada masa Majapahit biasanya lebih halus, lebih padat, dan terdapat hiasan tertentu. Tetapi, bentuk batu bata merah yang ditemukan ini lebih kasar, lebih tebal dan besar serta kondisinya rapuh. Di antara susunan batu bata merah itu dilapisi tanah sebagai perekat. “Ini struktur bangunan sederhana yang dibangun pada masa itu,” ungkapnya.
Di lokasi galian juga ditemukan pecahan gerabah, pecahan guci, logam, dan uang kuno. Misalnya, pecahan guci kuno dari China, uang kuno dari China, pecahan gerabah situs krewengan dan karang pahing. Serta, pecahan tembikar kuno yang tebal dan kasar. Di sekitar lokasi galian ini diperkirakan dulu juga dipakai sebagai tempat pertukaran barang atau barter.
Menurut Ali Akbar, melihat kondisi struktur bangunan batu bata merah itu diperkirakan dipengaruhi kebudayaan dari pesisir pantai utara. Pada abad ketujuh atau sekitar tahun 500-700 masehi silam, kebudayaan Hindu-Budha masuk ke pulau Jawa melalui pantai utara. Bangunan yang bentuknya mirip seperti di Bojonegoro ini juga ada di Kerawang, Jawa Barat dan Jepara, Jawa Tengah yang berada di dekat pantai utara. Masyarakat Bojonegoro ketika itu diperkirakan banyak berinteraksi dengan masyarakat pendatang di Tuban yang berada di sekeliling pesisir pantai utara.
Dugaan itu juga didukung adanya temuan guci kuno dari Tiongkok dan uang logam kuno dari negeri Tiongkok. Tetapi, untuk membuktikan secara ilmiah, tim arkeolog UI ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
“Ini masih dugaan sementara. Butuh penggalian dan penelitian lanjutan,” ujar dosen arkeolog UI ini.
Menurut Ali Akbar, setelah melakukan penggalian dan pengumpulan data, selanjutnya akan dilakukan studi literature untuk mempelajari bentuk bangunan dan pengaruh kebudayaan pada masa itu. Selain itu, akan dilakukan pengolahan data.
“Nanti, kami akan menyampaikan hasil penelitian ini secara lengkap kepada pemerintah Bojonegoro,” ujar Ali Akbar.
Penggalian bangunan kuno di dekat objek wisata Kayangan Api yang lokasinya di tengah hutan jati ini memang kerja sama antara Universitas Indonesia dengan Pemkab Bojonegoro. Hasil penelitian ini akan menambah khasanah kebudayaan di Bojonegoro. (ver/kik)