Pahlawan Ada di Sekeliling Kita
Rabu, 21 Desember 2016 16:00 WIBOleh Herianto
Oleh Herianto
SIAPA pahlawan dan siapa bukan di zaman ini kian kabur. Satu orang diusulkan menjadi pahlawan tapi di saat yang bersamaan dia dihujat sebagai penjahat. Itu bisa saja. Dahulu di jaman perang kemerdekaan, kriteria pahlawan sudah jelas dan gamblang, yaitu mereka yang mengorbankan jiwa dan raganya demi kemerdekaan Indonesia. Kemudian di jaman kemerdekaan ini, kriteria untuk menjadi pahlawan agak-agak kabur. Terkadang, persepsi antara satu orang dengan orang lain berbeda dalam memandang seseorang menjadi pahlawan. Itu pula yang terjadi dalam usulan penganugerahan gelar pahlawan kepada 2 mantan presiden RI yang sudah meninggal dunia baru-baru ini.
Terlepas dari itu, ternyata dalam skala yang jauh lebih kecil, masyarakat Indonesia memiliki manusia-manusia yang berjasa besar dalam komunitasnya. Mereka, selama ini berjuang demi visi mulianya. Bekerja sendiri, jauh dari hingar bingar pemberitaan media massa. Dan bagi komunitasnya, mereka inilah pahlawan tanpa gelar sesungguhnya.
Kalaupun kemudian ada yang mengangkatnya ke media, itu menambah dampak sosial yang diberikan menjadi begitu luas serta menginspirasi jutaan orang di luar komunitasnya. Talkshow ‘Kick Andy’ memberi penghargaan kepada mereka sebagai ‘Kick Andy Heroes’. Kali ini ada Tujuh Pahlawan Pilihan Kick Andy atau “7 Heroes” 2009. Cerita mereka diabadikan dalam buku ini.
Pahlawan-pahlawan di buku ini sepintas lalu orang biasa. Mereka tidak diusulkan oleh sekelompok orang untuk dijadikan sebagai pahlawan nasional, dan bahkan tidak akan pernah. Namun apakah kita bisa mencari atau mendapat sekedar inspirasi dari gerakan-gerakan kecil demi umat manusia yang mereka lakukan. Buku ini menjawabnya. Di buku ini, diceritakan siapa mereka :
Gendu Mulatif. Seorang kakek tua yang mengumpulkan para penderita sakit jiwa untuk dirawat di rumahnya hingga sembuh. Tanpa ada sokongan dana dari siapapun, Pak Gendu menyisihkan pendapatannya dari penyewaan delman dan jual beli kuda untuk mengobati para orang gila. Puluhan tahun Pak Gendu berjuang seperti ini. Dari tempat perawatan di rumah yang membuat kondisi rumah jadi bau, hingga sekarang bisa menempati lokasi khusus untuk yayasan yang didirikannya. Ribuan orang gila berhasil diselamatkan kehidupannya oleh Pak Gendu. Setiap orang yang sembuh niscaya akan membawa efek domino kebaikan yang menetes ke seluruh negeri. Semua berkat usaha tanpa publikasi dari Pak Gendu.
Didik Nini Thowok. Seniman tari dari Yogyakarta yang mengharumkan nama Indonesia ke kancah dunia. Ia juga menjadi referensi dari seniman dalam dan luar negeri dalam seni tari Indonesia, khususnya dalam seni pertunjukan cross gender.
Andi Rabiah. Sang Suster Apung. Seorang suster yang jika kita lihat ‘bekerja tidak masuk akal’. Ia berjuang menyelamatkan ratusan bahkan ribuan nyawa manusia di 10 pulau kecil di antara 25 pulau yang tersebar di Perairan Flores. Dengan perahu sekedarnya, Suster Rabiah mengarungi lautan selama berjam-jam -bahkan sampai 24 jam- untuk mengobati satu pasien saja. Ia sekaligus bertindak sebagai dokter, bidan, bahkan kurir obat bagi pasiennya. Jika ia tidak ada, entah siapa yang mau menggantikan posisi dan pengabdian kemanusiaan yang ‘tidak normal’ ini.
Maria Gisela Borowka. Perempuan Jerman yang terpanggil untuk mengobati wabah penyakit kusta di daerah Flores, di saat tangan pemerintah pun belum bisa menjangkau ke daerah tersebut. Tanpa takut tertular oleh penyakit ganas ini, ia dengan penuh kasih merawat penderita kusta yang pada tahun 1980-an dibuang oleh masyarakatnya. Sampai sekarang perjuangannya masih berlanjut, terutama setelah ia beralih menjadi Warga Negara Indonesia.
Wanhar Umar. Ia adalah kepala sekolah sekaligus guru satu-satunya bagi murid SD kelas 1 sampai 6 di SD Muhammadiyah 2/74, Muara Enim. Proses belajar mengajar dilakukan di sebuah bilik kayu kecil, yang sudah hampir roboh dimakan lapuk. Beberapa guru sempat membantu, tapi tidak bertahan lama karena gaji yang diterima yang hanya 58 ribu sebulan. Pada akhirnya kini perjuangannya tidak sia-sia karena sekolahnya diakui menjadi SD negeri di daerah itu. Saat ini juga sudah ada guru tambahan yang membantu Pak Guru Wanhar. Cita-citanya sederhana : ingin anak-anak atau masyarakat di daerahnya memiliki tingkat pendidikan yang sama dengan anak-anak lain di seluruh Indonesia.
Victor Emanuel Rayon. Pejuang lingkungan di Pantai Utara Maumere yang merintis penanaman hutan bakau di sepanjang pantai. Dari awalnya mendapat cemoohan warga karena aktivitasnya yang aneh, saat ini ia menjadi pemimpin penyelamat lingkungan di wilayahnya. Pantai yang dulunya gersang, kini rimbun oleh hutan bakau. Hutan ini membawa dampak lain berupa berkembangnya aneka ekosistem fauna laut yang baru di sana. Keharmonisan alam tercipta di sini.
Sugeng Siswoyudhono. Pembuat kaki palsu bagi mereka yang kurang beruntung karena cacat kaki. Tidak hanya sekedar menjadi pembuat kaki palsu, ia sekaligus menjadi motivator dan inspirasi bagi ribuan penyandang cacat di seluruh Indonesia. Kegigihan, kepercayaan diri, dan semangat yang dipancarkannya menjadi teladan bagi siapa saja mengenai bagaimana sesungguhnya tekad pantang menyerah.
Buku ini patut dibaca siapapun yang haus akan sosok pahlawan masa kini. Ternyata pahlawan-pahlawan itu dapat hadir dalam lingkungan terdekat kita.