Bakri, Perajin Anyaman Bambu di Desa Ringinrejo
Kemauan Adalah Harga Yang Mahal
Jumat, 23 Oktober 2015 18:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
Geliat wirausaha yang dilakukan oleh mantan pekerja proyek migas di Gayam ini patut diacungi jempol. Bagaimana tidak, pasca kejadian EPC-1 yang mengakibatkan pengurangan jumlah pekerja, Bakri termasuk di dalamnya, memutuskan untuk banting setir pada usaha anyaman bambu.
Lelaki yang tinggal di baratnya Bendung Gerak ini menyulap bambu menjadi aneka kerajinan tangan, sejak dua bulan lalu. Sebelumnya Bakri mengikuti pelatihan di Desa Ringinrejo selama lima hari. Selanjutnya mengikuti pelatihan di Jogjakarta pada Agustus lalu, untuk mempelajari olahan anyaman bambu, motif, bagaimana pembukuan, dan pemasarannya.
"Waktu ada festival layang-layang itu saya di Jogja selama delapan hari untuk mengikuti pelatihan. Dari Bojonegoro yang berangkat 40 orang," ujarnya.
Setelah dari Jogja, Bakri memulai beberapa kreasi anyaman bambu untuk dijual. Bambu apus sebagai bahan utamanya dia ambil dari Desa Brenggolo, Kecamatan Kalitidu. Harganya per batang Rp 10 ribu. Bambu apus dipilih karena seratnya lebih lentur, sehingga ketika diirati bisa tipis.
Setelah ditebang, bambu apus dipotongi dua ruas dan dibiarkan berdiri selama seminggu. Hal ini dilakukan agar air yang terdapat di dalam bambu bisa menguap baru diirati. Untuk pewarnaan Bakri menggunakan warna basis yang dibelinya dari Jogja.
"Untuk pewarnaan, saya menggunakan pewarna khusus bambu dari Jogja, Mbak. Di Bojonegoro belum ada. Pernah saya mencoba warna cat tembok tetapi luntur," tutur Bakri.
Harga zat warna bambu ini lumayan mahal. Per ons-nya dibandrol Rp 70 ribu. Cara mewarnai iratan bambu ini adalah, satu sendok teh warna dicampur cuka kemudian dimasukkan ke dalam air mendidih. Iratan bambu baru dimasukkan dan direbus sekitar 15 menit. Tujuannya adalah agar warna bisa menyerap ke dalam lapisan-lapisan bambu.
Pada pameran expo beberapa waktu lalu, Bakri bersama dua kawannya menitipkan dagangannya di stand Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Sebelumnya dia juga ikut pameran di Festival Belimbing yang diadakan di Desa Ringin Rejo kemarin. "Saya ikut Festival Belimbing, walaupun etalasenya pinjam Pak Lurah," ujarnya malu.
Dari pameran tersebut Bakri memperoleh pesanan yang bisa memutar modalnya. Koleksi burung kicau dan HP-nya dia jual untuk modal anyaman bambu ini. Dan uang itupun masih berputar untuk kebutuhan alat-alat yang diperlukan dalam usaha kerajinan bambu ini.
"Saya ini masih pemula Mbak, jadi belum bisa menghitung berapa keuntungannya. Karena setiap ada uang lebih saya pakai untuk beli alat ukir dan lain-lain," ucapnya.
Dari Jogjakarta selain mendapat ilmu, Bakri juga dibuatkan akun facebook oleh narasumbernya. Sehingga dia bisa berjualan via online. Bakri juga berharap ke depannya dia bisa memberdayakan masyarakat di sekelilingnya. Walaupun ajakannya seringkali ditolak oleh teman-temannya.
"Saya sering mengajak teman-teman untuk belajar bersama. Namun selalu ditolak karena mereka tidak telaten. Padahal kalau ada kemauan semuanya bisa. Kemauan adalah harga yang paling mahal," ujarnya menyayangkan.
Seperti di Jogjakarta yang banyak dikunjungi turis, kerajinannya pun diminati. Mungkin beberapa tahun mendatang bisa dibikinkan galeri yang menjadi ikon masyarakat Bojonegoro.
"Saya berharap di Bojonegoro nanti terdapat galeri yang bisa menampung dan menjual kerajinan yang digeluti oleh masyarakat Bojonegoro. Karena sebenarnya banyak masyarakat yang kreatif namun selalu terkendala dalam pemasaran," harapnya. (ver/tap)
*) Foto bakri bersama hasil karyanya