Seperti Gula dan Semut, Ada Industri Minyak Kini Banyak Investor Masuk
Senin, 02 November 2015 11:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
Gayam - Ada gula ada semut. Itulah yang kini terjadi di sekitar ladang minyak dan gas bumi (migas) lapangan Banyu Urip, Blok Cepu di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Semua orang seolah tergiur dan ingin mendapatkan untung dari keberadaan industri migas di Bojonegoro.
Begitu pula yang dipikirkan oleh Dewi, 47, warga Desa Kebonagung, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro. Ia tidak mau ketinggalan. Ia mendirikan warung makan sederhana yang diberi nama “Warung Bu Dewi,” di tepi jalan raya Bojonegoro-Cepu tepatnya di Desa Ngraho, Kecamatan Gayam. Warung itu menempati kios bekas bengkel berukuran 4 meter x 5 meter. Kemudian ada dapur di sampingnya berukuran sekitar 3 meter x 4 meter. Dewi memilih menempati lokasi itu karena letaknya strategis yakni berada dekat dengan lokasi proyek migas Banyu Urip, Blok Cepu.
“Saya menyewa tempat ini per tahun Rp 3 juta,” ujar Dewi.
Dewi sebelumnya mempunyai usaha warung makan di daerah Padangan. Namun, melihat perkembangan proyek industri migas berada di daerah Kecamatan Gayam, ia pun memindahkan usahanya di dekat lokasi proyek migas itu.
Warung Bu Dewi menyediakan menu makanan dengan harga terjangkau seperti nasi pecel, nasi rawon, dan nasi lodeh. Nasi rawon misalnya per porsi harganya Rp7.000 dan nasi pecel per porsi harganya Rp5.000. Harga makanan yang dijual ini menyesuaikan dengan isi kantong para pekerja proyek migas.
“Kebanyakan pelanggannya ya para pekerja proyek migas itu. Biasanya mereka makan saat malam hari usai pulang kerja,” tutur Dewi.
Selain menyediakan makanan, Warung Bu Dewi juga menyediakan minuman seperti kopi, teh hangat, atau jahe hangat. Saat jam istirahat, banyak para pekerja proyek migas itu yang nongkrong melepas lelah dengan minum kopi atau teh hangat di warung ini.
“Kebanyakan para pekerja proyek itu dari daerah Bojonegoro. Tetapi ada pula dari luar daerah seperti Malang dan Gresik,” ungkap Dewi yang mengaku hampir mengenal semua pelanggannya.
Usaha warung makan Dewi memang masih kecil. Ia mengaku dalam sehari berjualan makanan dan minuman dapat hasil sekitar Rp200.000 sampai Rp250.000. Ia buka warung makan itu mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 23.00 malam.
Warga sekitar ladang migas lainnya yang tak mau ketinggalan adalah Suyati, 56. Warga Desa Beged, Kecamatan Gayam ini juga mendirikan warung makan lesehan di tepi jalur minyak Bojonegoro-Cepu. Warung bercat hijau dengan tirai bambu ini menempati ruangan depan rumah Suyati. Kemudian, dapurnya berada di samping ruangan.
Warung makan yang diberi nama “Warung Bu Yati,” ini menyediakan menu makanan bebek goreng, ayam goreng, gurami bakar, dan tempe penyet. Harga menu makanan di warung ini juga terjangkau bagi para pekerja proyek tambang migas. Misalnya harga bebek goreng per porsi dipatok Rp20.000 dan gurami bakar ditambah es teh dipatok Rp21.000.
Menggeliatnya industri migas di Bojonegoro juga menarik perhatian investor dari luar. Tidak heran, banyak hotel berbintang kini berdiri di Kota Bojonegoro di antaranya Hotel Aston, Hotel Dewarna, Hotel Bonero. Belum lagi hotel-hotel kecil di sepanjang jalur minyak seperti Hotel Sinar Bintang, Hotel Layung, dan lainnya. Hotel-hotel baru itu harus bersaing dengan hotel-hotel lama yang berdiri di Bojonegoro.
Banyak investor dari luar pula yang melirik ingin mendirikan perumahan mewah di dekat lokasi proyek migas Banyu Urip, Blok Cepu, Bojonegoro. Seperti misalnya investor dari Surabaya yang membeli lahan sawah di tepi jalan raya Bojonegoro-Cepu tepatnya di Desa Mayangrejo, Kecamatan Kalitidu. Lahan sawah produktif seluas 2,5 hektare itu rencananya akan dibangun kawasan perumahan Mayangrejo Regency. Tetapi, pendirian perumahan mewah yang memakai lahan sawah produktif itu mendapatkan reaksi dari kalangan legislatif.
Seiring berjalannya industri migas di Bojonegoro dampaknya membuat harga tanah di sepanjang jalur minyak melambung. Harga tanah yang dulu hanya Rp70.000 hingga Rp100.000 per meter persegi kini melambung menjadi Rp300.000 hingga Rp500.000 per meter persegi. Tanah di kawasan strategis di sekitar ladang minyak Blok Cepu itu juga banyak dikuasai investor dari luar Bojonegoro. Mereka tergiur ingin mendirikan usaha atau mengambil untung dengan menjual lagi tanah yang telah dibelinya pada pembeli baru. (rul/kik)
foto layanan salah satu hotel berbintang di Bojonegoro