Tuntutan Profesionalisme Guru SD dalam Penguasaan Keterampilan Semua Bidang Seni
Minggu, 01 Oktober 2023 10:30 WIBOleh Evi Pratiwi dan Dr Eka Titi Andaryani SPd MPd
Saat ini, seni tidak sekadar dipandang sebagai ekspresi estetis. Lebih dari itu, seni mulai terintegrasi ke dalam tataran ilmu pengetahuan yang keberadaanya telah tertulis di dalam kurikulum.
Dalam kurikulum sekolah, terdapat mata pelajaran pendidikan seni. Konsep pendidikan sendiri menurut Ki Hajar Dewantara bahwa mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, artinya guru memerdekakan peserta didiknya dalam belajar sesuai bakat mereka. Sedangkan inti dari pendidikan seni yaitu bagaimana sebuah seni mampu melahirkan atau memahami pendidikan yang diajarkan kepada anak. Kemudian bagaimana cara guru dalam membelajarkan kesenian itu sendiri, apakah dengan cara bermain atau dengan memberikan kesenangan di dalam pembelajarannya.
Namun pada kenyataanya, tidak semua guru sekolah dasar dapat membelajarkan seni kepada peserta didik. Salah satu faktor penyebabnya yaitu keterbatasan kemampuan guru dalam bidang seni sehingga guru lebih banyak menjelaskan teori daripada praktiknya.
Kita tahu bahwa profesi guru merupakan pekerjaan yang wajib memiliki kualifikasi keahlian dalam hal bidang pendidikan baik dalam mengajar maupun membentuk karakter peserta didik. Guru dianggap harus pintar di segala bidang mata pelajaran termasuk seni budaya, namun pintar saja tidak cukup karena guru dituntut mahir dan berkompeten.
Pada mata pelajaran pendidikan seni di Sekolah Dasar, guru harus menguasai berbagai prosedur dasar untuk berkarya seni. Hal tersebut merupakan tuntutan profesionalisme guru di mana tugas dari mereka adalah membimbing siswa untuk bereksplorasi dan bereksperimen membuat karya seni.
Pada jenjang Sekolah Dasar, guru kesenian merupakan guru kelas yang merangkap menjadi guru pengajaran pendidikan seni. Jadi dalam hal ini pelajaran pendidikan seni tidak diampu oleh guru khusus kesenian seperti guru dari lulusan seni rupa, seni tari, seni musik.
Di samping itu, guru kesenian di SD tidak didukung oleh sistem yang disediakan oleh pemerintah (Dapodik) untuk menjadi database di satuan pendidikan. Oleh karena itu, pelajaran kesenian di SD harus diberikan oleh guru kelas, bukan oleh guru kesenian.
Selain itu, di Sekolah Dasar juga tidak akan pernah terjadi rekrutmen guru kesenian, akan tetapi harus dari guru yang lulus berpendidikan sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (Prodi PGSD).
Kebijakan pemerintah ini menyebabkan setiap guru lulusan prodi PGSD harus mahir, mumpuni dalam bidang kesenian secara multifaset, baik seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni teater.
Penulis (kanan) saat foto bersama Sulistanti Yulia SPd, Guru SD Negeri 2 Tlahab Lor, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. (Aset: Evi Pratiwi)
Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan Sulistanti Yulia SPd, selaku guru kelas IV di SD Negeri 2 Tlahab Lor, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, mengenai pendapatnya tentang “haruskan guru menguasai semua bidang seni?” Menurutnya hal ini merupakan sebuah tantangan sebagai seorang guru sekolah dasar.
Sulistanti Yulia atau lebih akrab dipanggil Ibu Lia ini menjelaskan bahwa Seni budaya sendiri berhubungan dengan seni, sedangkan setiap orang memiliki kemampuan atau bakat yang berbeda-beda.
Sulistanti Yulia mengungkapkan bahwa dirinya mengalami kesulitan dalam bidang seni menyanyi, sedangkan penguasaan kemampuan menggambar dan menari masih dasar saja dan masih dalam tahap belajar.
Lebih lanjut Sulistanti Yulia memberikan pendapatnya bahwa guru tidak harus menguasai semua bidang seni, namun dalam hal ini guru perlu berusaha untuk belajar, berlatih, dan mengasah keterampilan bidang seni, baik melalui media sosial maupun media lainnya seperti YouTube.
Penulis memberikan alasan lain dari pendapat yang disampaikan Sulistanti Yulia mengenai keharusan guru tidak harus menguasai semua bidang seni. Alasannya, karena setiap jenjang kelas diajarkan bidang seni yang berbeda. Guru lebih memfokuskan penguasaan seni di satu atau dua bidang seni tertentu yang disesuaikan pada jenjang kelas.
Misalnya pada kelas 4 SD untuk pendidikan seni dan budaya mengambil keterampilan pendidikan seni rupa dan pendidikan seni musik. Sehingga dalam hal ini guru harus lebih berfokus dan menguasai hanya pada bidang seni rupa dan seni musik saja, namun bukan berarti bidang lainnya diabaikan.
Berdasarkan informasi dari narasumber Sulistanti Yulia bahwa pada kurikulum merdeka ini tidak semua bidang seni dalam mata pembelajaran seni dan budaya diajarkan pada satu kelas, bisa saja pendidikan seni musik dan pendidikan seni tari diajarkan di kelas 5 atau pendidikan seni teater di ajarkan di kelas 6.
Mengingat setiap kelas memiliki guru kelas yang mendengarkan seni budaya, maka guru tidak perlu menguasai semua bidang seni, tetapi lebih memfokuskan pada penguasaan keterampilan bidang seni tertentu yang disesuaikan dengan jenjang kelas.
Jadi berdasarkan kurikulum yang berlaku saat ini yaitu kurikulum 2013 dan kurikulum merdeka, pendidikan seni harus mengadopsi kegiatan pembelajaran yang menghadirkan kegiatan eksplorasi dan bereksperimen membuat karya seni.
Daftar mata kuliah PGSD di Universitas Negeri Semarang sendiri menghadirkan mata kuliah seni musik, seni tari, seni rupa, dan pengembangan seni budaya di Sekolah Dasar. Oleh karena itu mau tidak mau, suka tidak suka, mahasiswa prodi PGSD dituntut untuk bisa dan menguasai semua bidang keterampilan seni tersebut. Ditambah lagi dengan adanya kurikulum merdeka belajar menuntut mahasiswa harus paham memilih materi dan model pembelajaran seni yang paling sesuai dengan peserta didiknya.
Meskipun tampaknya beban berat dipikul guru SD, karena mereka bukan guru dengan kualifikasi pendidikan sebagai seniman atau berlatar belakang pendidikan seni, tetapi sebagai seorang guru di SD harus mengajarkan pelajaran seni kepada peserta didiknya. Mau tidak mau, suka tidak suka, bisa tidak bisa, guru sekolah dasar harus mampu menguasai seluruh konten pelajaran seni yang diajarnya, dan berusaha menguasai keterampilan bidang seni sebagai dasar dalam mengajarkan seni kepada peserta didiknya. (*/imm)
Penulis: Evi Pratiwi, Mahasiswa PGSD FIPP Universitas Negeri Semarang dan Dr Eka Titi Andaryani SPd MPd, Dosen PGSD FIPP Universitas Negeri Semarang
Editor: Imam Nurcahyo
Publisher: Imam Nurcahyo