Seminar Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK)
KPK Ajak Para Perempuan untuk Aktif Melawan Korupsi
Kamis, 08 September 2016 16:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
Kota - Perempuan dipandang memiliki peranan penting pada perkembangan perilaku dalam keluarga, khususnya anak. Untuk itulah, Komisi Pemberantasan Korupsi mengajak perempuan untuk bersama melawan praktek korupsi. Hal ini disampaikan anggota KPK Freddy Reinaldo Hutagaol saat seminar Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) oleh IDFoS, Rabu (07/09/2016) kemarin di aula gedung BPMPD Kabupaten Bojonegoro, Jalan Panglima Sudirman.
Baca berita kami Pentingnya Sosialisasi Makna Korupsi bagi Masyarakat
Dalam paparannya, Freddy menjelaskan beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Di antaranya budaya permisivisme (serba membolehkan), pragmatisme (pola pikir bertindak secara praktis) dan hedonisme (mental serba boleh), konsumerisme (pemakaian hasil produksi secara berlebihan), kerapuhan nilai agama dan budaya, dan lain-lain.
"Misalkan ada tetangga yang beli mobil baru, istri pasti minta dibelikan mobil baru juga. Setiap tetangga punya sesuatu yang baru, maka biasanya istri selalu minta sama. Gimana kalau tetangga punya istri baru, apa minta juga?” candanya.
Kemudian dari situlah Freedy menjelaskan tentang perempuan sebagai satu elemen penting untuk melawan korupsi. Perempuan dengan segala kelembutan memiliki kekuatan dan cara yang khas untuk melawan, melindungi keluarga dan lingkungan yang dikasihi dari hal-hal buruk yang mengancam kehidupan. Ada kutipan yang menarik: bahwa perempuan adalah arsitek pembentukan masyarakat yang sebenarnya. Jadi kenapa tidak mulai dari diri kita. Itulah sebabnya kita sebut dengan'Saya, Perempuan Anti Korupsi'. Menunjuk pada diri sendiri dan menjadi identitas diri. Saya, perempuan anti korupsi ingin menjadi bagian bangsa menuju Indonesia bebas dari korupsi, maka kami bergerak.
Selain itu, Freddy juga memaparkan apa saja yang termasuk tindak korupsi. Di antaranya yakni gratifikasi, penyuapan, konflik kepentingan dalam pengadaan, perbuatan curang, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, penyuapan. Ada tiga area yang berpotensi menimbulkan praktek korupsi di pemerintah daerah, mulai dari penyusunan dan alokasi APBD, pada pengadaan barang dan jasa, terakhir pada pelayanan publik khususnya perijinan.
Untuk itulah, Freddy menekankan kepada seluruh peserta yang hadir untuk menerapkan lima prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan. "Setelah lima prinsip itu dimiliki, maka prasyarat pendukung pemberantasan korupsi kebebasan berpendapat, keterbukaan informasi publik dan partisipasi subtantif,” tegasnya.
Meski demikian, dengan banyaknya kasus koruspsi di Indonesia, bahkan termasuk salah satu urutan tertinggi negara terkorup di dunia, masih banyak kelemahan yang terjadi untuk melawan korupsi. Yang paling menonjol adalah lemahnya praktek hukum di Indonesia. "Kurang siapnya struktur dan budaya hukum kita untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi. Misalnya kasus Gayus Tambunan. Saat masih menjadi tahanan masih bisa kembali ke rumah. Kemudian kurang tumbuhnya budaya anti korupsi, karena cenderung dianggap masalah politik dibanding sosial budaya," pungkasnya.(ver/moha)