Belum Berikan Kompensasi Selama 8 Tahun, EMCL Mengaku Masih Melakukan Koordinasi
Senin, 22 Mei 2017 10:00 WIBOleh Piping Dian Permadi
Oleh Piping Dian Permadi
Bojonegoro Kota - Pemberian kompensasi dampak lingkungan kepada warga sekitar operasi pengeboran migas di lapangan Banyu Urip, Blok Cepu seharusnya sudah menjadi sebuah kewajiban bagi operator. Faktanya tidak semua warga yang berada di sekitar wilayah operasi mendapatkan kompensasi tersebut. Selama kurang lebih 8 tahun sejak Exxonmobil Cepu Limited beroperasi di sana, Ali Mukarom selaku pemilik tanah di tengah - tengah lapangan Banyu Urip belum juga mendapatkan kompensasi sedikit pun.
Padahal sejak dilakukanya pengeboran minyak di sana, Ali tidak bisa menggarap lahan pertanian miliknya. Tanahnya pun sudah berada di tengah-tengah? Lapangan Banyu Urip yang dipagar rapat. Hingga hari ini tercatat sudah kurang lebih 8 tahun tanahnya tidak bisa produktif dan menghasilkan pendapatan baginya.
Humas Exxonmobil Cepu Limited (EMCL) Rexi Mawardi Jaya ketika ditanya mengenai proses pembayaran kompensasi dampak lingkungan terhadap tanah tersebut mengatakan, masih melakukan koordinasi dengan pihak terkait guna pembebasan lahan dan upaya pembayaran kompensasi.
"SKK Migas dan EMCL sedang berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait termasuk Pemkab Bojonegoro, BPN dan KJPP terkait proses pengadaan lahan sesuai aturan yang berlaku, terimakasih, termasuk hal tersebut juga masih dikoordinasikan," kata Rexi, Senin (22/05/2017).
Sementara itu Kepala SKK Migas Jawa Bali Nusa Tenggara (Jabanusa) Ali Mahsyar juga mengatakan hal yang sama, bahwa pemberian kompensasi atas tanah tersebut masih dilakukan pembahasan. Sementara mengenai adanya janji pemberian kompensasi pada bulan Januari SKK Migas mengaku tidak pernah memberikan janji.
" Sedang dalam proses, waktu pembayaran segera setelah proses selesai. Gak pernah ada janji pembayaran Januari," ujar Ali Mahsyar.
Disinggung mengenai target pembayaran kompensasi dampak lingkungan tersebut SKK Migas mengaku belum bisa menentukannya. "Gak bisa ditarget, sangat tergantung dengan cepat dan lambat selesainya proses saja yang melibatkan banyak pihak sih," pungkasnya.
Pada kesempatan berbeda Ali Mukarom berpendapat lain, bahwa pada bulan November tahun 2016 lalu sudah dilakukan mediasi oleh Pemkab Bojonegoro yang diwakili oleh Asisten II Bidang Perekonomian Pemkab Bojonegoro, Setyo Yuliono. Kata dia di situ sudah disepakati mengenai kompensasi AMDAL yang akan diselesaikan pada bulan Januari 2017.
"Semua tanda tangan, dari saya, EMCL, pemkab ada notulen di situ disepakati akhir Januari 2017 ada penyelesaian, katanya mendatangkan KJPP dalam hal ini final, tapi ternyata berlalu - lalu sampai bulan Mei kesepakatan itu dilanggar. Artinya, EMCL dan SKK Migas sudah melanggar kesepakatan yang mereka buat sendiri," jelas Ali.
Mantan Ketua DPC Partai PPP Kabupaten Bojonegoro itu mengaku kecewa dengan sikap SKK Migas dan EMCL yang menurutnya selalu lari dari tanggung jawab. Sikap seperti itu menurut dia bisa menjadi bumerang, menjadi ketidak percayaan masyarakat lagi, padahal EMCL katanya menganut melakukan pengeboran migas atas nama negara.
"Ini sudah menjadi preseden buruk, menjadi ketidakpercayaan masyarakat karena perilaku mereka, saya berharap EMCL sebagai operator dan pelaku pelanggar terhadap tanah saya jangan dilempar ke SKK Migas," cetusnya. (pin/kik)