Tambang Pasir Ilegal Bengawan Solo Harus Dihentikan
Jumat, 02 Oktober 2015 07:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
Kota – Penambang pasir ilegal di sepanjang Sungai Bengawan Solo di wilayah Bojonegoro masih cukup marak. Beberapa kali petugas gabungan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Bojonegoro, polisi, dan TNI menertibkan kegiatan tambang pasir ilegal tersebut. Akan tetapi setiap kali akan operasi sering bocor sehingga hasilnya tidak maksimal. Selain itu, operasi tambang pasir ilegal itu juga sering mendapatkan perlawanan dari orang suruhan pemilik usaha tambang pasir ilegal itu.
Menurut Kasi Operasi Dinas Pekerjaan Umum Pengairan, Balai Besar Bengawan Solo di Bojonegoro, Mucharom, berdasarkan data terakhir tahun 2014 menyebutkan jumlah penambang pasir yang memakai mesin mekanik atau mesin penyedot sebanyak 223 unit, penambang pasir manual atau tradisional sebanyak 70 unit, dan pemilik penambang pasir sebanyak 208 orang.
“Penambang pasir yang dilarang yaitu penambangan pasir mekanik atau memakai mesin penyedot itu. Sedangkan, penambang pasir yang diperbolehkan yaitu tambang pasir manual atau tradisinal,” ujarnya pada BBC, sapaan BeritaBojonegoro.com, Jumat (02/10).
Menurutnya, akibat tambang pasir memakai mesin mekanik secara masif itu dampaknya menyebabkan kerusakan lingkungan di sepanjang sungai terpanjang di Pulau Jawa itu. Tebing sungai banyak yang longsor, dasar sungai rusak karena pasirnya terlalu banyak disedot, serta kerusakan di daerah bantaran sungai.
“Kalau kegiatan tambang pasir mekanik ini dibiarkan terus maka dampaknya akan sangat membahayakan dan merusak ekosistem sungai,” ujarnya.
Menurutnya, kerusakan lingkungan sungai akibat kegiatan tambang pasir ilegal merata mulai di Kecamatan Baureno, Kapas, Kanor, Balen, Margomulyo, Ngraho, Padangan, Kasiman, Malo, Kalitidu, Dander, Trucuk, dan Bojonegoro. Kerusakan bantaran sungai itu juga mengancam daerah permukiman warga.
Menurut Mucharom, untuk menghentikan kegiatan tambang pasir ilegal di sepanjang Sungai Bengawan Solo di Bojonegoro maka harus melibatkan pihak Pemkab Bojonegoro, Pemprov Jatim, dan pemerintah pusat.
Menurut Bupati Bojonegoro, Suyoto, upaya penegakan hokum kegiatan tambang pasir ilegal ini sudah dilakukan oleh petugas gabungan Polres, Satpol PP, dan TNI. Selain pendekatan hukum, kata dia, juga dilakukan pendekatan sosial dan lingkungan hidup.
“Kecintaan dan kesadaran menjaga Bengawan Solo harus menjadi milik semua orang, termasuk di basis desa sekitar Bengawan,” ujarnya.
Menurutnya, kasus tambang yang terjadi di Lumajang itu menjadi pelajaran berharga. Jangan sampai ada kelompok rakyat bertindak melampaui aparat. “Konflik sosial harus dicegah dengan penegakan hokum yang tepat,” ujar Kang Yoto, sapaan Suyoto.
Menurut Wakil Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro, Anam Warsito, persoalan penambangan pasir ilegal di sepanjang Bengawan Solo itu harus bisa diselesaikan secara komprehensif. Sebab, kata dia, banyak yang berkepentingan dengan sumber daya air dan mineral di Bengawan Solo.
“Ke depan yang terjadi adalah perebutan sumber mata air di Bengawan Solo. Saat ini, air Bengawan Solo sudah disedot untuk keperluan industry migas dan PDAM. Nah, air untuk pengairan persawahan terancam tidak dapat. Konflik perebutan sumber daya air ini juga harus diperhitungkan,” ujarnya. (rul/kik)