Penghasilan Pekerja Tambang Pasir Mekanik Merosot Tajam
Minggu, 04 Oktober 2015 09:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
Gayam - Dampak penertiban tambang pasir mekanik di sungai bengawan Solo mulai terasa. Salah satunya bagi pekerja tambang yang menggantungkan hidupnya dari kandungan sungai terpanjang di pulau Jawa itu. Kini penghasilan mereka rata-rata menurun 100 persen lebih. Seperti halnya dialami oleh beberapa pekerja di Desa Ngraho, Kecamatan Gayam. Saat ini, mereka tak tahu harus mengadu ke mana tentang nasib mereka. Sebab pekerjaan tersebut sudah dijalani dari turun-temurun.
Sabtu (3/10) siang beberapa pria tampak duduk bersama, menikmati hembusan angin di tepi Bengawan Solo. Panas Bojonegoro yang mencapai 35 derajat seolah sirna oleh semriwingnya angin itu. Seorang pria paroh baya, mengenakan caping, membawa beberapa lembar rupiah untuk dibagikan. Uang tersebut adalah ongkos angkut pasir dari perahu ke truk-truk pengangkut pasir, untuk kemudian dijual ke berbagai tempat.
“Biasanya sistemnya borongan. Satu perahu ongkos angkutnya sekitar 75 ribu, kalau bertiga paling nggak masing-masing orang dapet 25 ribuan,” kata salah seorang pekerja, Suyuthi, pada BeritaBojonegoro.com (BBC).
Dia mengatakan dalam sehari, saat ini, hanya bisa dapat sekitar Rp 50000 hingga Rp 75000. Jumlah itu didapat dari 3 hingga 10 angkutan tiap harinya. Sementara sebelum marak penertiban dari aparat, beber dia, dalam sehari dia memperoleh penghasilan sebesar Rp 150000 hingga Rp 200000. Dimana jumlah angkutan berkisar antara 17 hingga 30 rit.
Menurut pria yang sehari-hari juga mengajar ngaji dan menjadi Kyai Kampung itu, jika praktek tambang pasir mekanik ditertibkan, harus juga disiapkan pekerjaan pengganti. Sebab hal ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Ada pun jika bisa, harap dia, pekerjaan penggantinya paling tidak potensi hasilnya tidak jauh dari pekerjaan semula.
Kapolres Bojonegoro, AKBP Hendry Fiuser, di lain waktu mengimbau agar para penambang pasir mekanik segera menghentikan aktivitasnya. Menurutnya penyedotan pasir dengan menggunakan alat bantu diesel berdampak tidak baik pada lingkungan. Lebih jauh, pria asal Riau itu mengatakan bahwa solusinya harus dimulai dari kesadaran penambang sendiri.
“Penambangan pasir mekanik secara hukum melanggar Undang-undang Minerba Pasal 158 dengan ancaman hukuman maksial 10 Tahun penjara. Selain itu juga sangat membahayakan bagi lingkungan, yakni mempercepat erosi,” tandasnya. (rul/moha)