Kapolres Perjelas permasalahan Sumur Tua Kedewan.
Sabtu, 08 Agustus 2015 12:00 WIBOleh Imam Nurcahyo
oleh: Imam Nurcahyo
Kota - Perkembangan terkait adanya tindakan dari Satgaspam TNI yang melakukan penangkapan BBM yang diduga ilegal di wilayah Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Bojonegoro, saat ini memasuki babak baru, pihak-pihak terkait, Kapolres Bojonegoro dan Dandim 0813 Bojonegoro dalam waktu dekat akan diundang oleh Bupati Bojonegoro, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Forpimda.
Sehubungan adanya pemberitaan di salah satu media lokal di Bojonegoro, kepada beritabojonegoro.com, Kapolres Bojonegoro, AKBP Hendri Fiuser, SIK, M.Hum, memberikan pernyataanya :
"Sehubungan adanya pemberitaan di media hari ini, saya akan menjelaskan tentang aspek yuridis dan legalitas, sehingga masyarakat paham dan mengerti serta tidak hanya melihat dari sisi ego sektoral dan ego kepentingan antara Polri dan TNI.
Secara aspek yuridis, sudah jelas hukum acaranya. Ini bukan peristiwa tertangkap tangan, dimana setiap orang, siapapun dia, dapat melakukan penangkapan dan kemudian diserahkan kepada Polisi selaku penyidik.
Dalam kasus penangkapan BBM yang diduga ilegal oleh Satgaspam TNI, adalah proses memberhentikan, memeriksa, menyita, menggeledah dan kemudian melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan kegiatan pidana. Ini jelas sudah bertentangan dengan hukum acara pidana yang kita anut sampai dengan saat ini. Proses yang saya jelaskan diatas hanya dapat dilakukan oleh penyidik atau penyelidik atas perintah penyidik.
Tentu sangat beralasan, secara yuridis pihak penyidik Polres tidak dapat menindak lanjuti apa yang telah dilakukan oleh Satgaspam TNI, yang tidak punya kewenangan yuridis untuk melakukan itu semua, sehingga apabila ini tetap dilanjtkan, akan cacat hukum dan tentunya akan ada tuntutan-tuntutan hukum, berkaitan tindakan ini.
Proses penangkapan harus ada Surat Perintah Penangkapan dan dibuat berita acara penangkapan, yang ditanda tangani oleh penyidik Polri, demikian juga penyitaan dan penggeledahan, harus ada Surat Perintah Sita dan Surat Perintah Penggeledahan, kemudian dibuatkan berita acara yang wajib ditanda tangani penyidik. Kegiatan pemeriksaanpun harus projustitia yang hanya dapat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik.
Kemudian pasal yang dipersangkakan, harus jelas tindak pidana apa yang dilakukan, berapa ancaman hukumannnya, apakah bisa ditahan atau tidak?
Kapasitas yang diperiksa sebagai apa, saksi atau tersangka ?
Ini semua tidak tercermin jelas dalam penyerahan yang akan dilakukan oleh penyidik Denpom Bojonegoro. Sehingga sangatlah beralasan kami tidak dapat memproses hal-hal sperti ini.
Kita tidak mau nantinya justru menjadi bumerang kepada Kepolisian, karna dianggap tidak profesioanal dan memiliki etika profesi penyidikan. Karena permasalahan ini bukan selesai ditingkat Kepolisian saja, akan tetapi akan berhubungan dan diteruskan kepada Jaksa Penuntut Umum dan Pengadilan serta advokat atau lawyer, sebagai penasehat hukum dalam pembuktiannya nanti. Akan diuji semuanya baik hukum acaranya maupun materiil perkara itu sendiri.
Masyarakat sipil diperiksa oleh TNI dalam kapasitas apa ? , sementara dalam perkara ini juga belum jelas, apakah ada keterlibatan Oknum TNI misalnya. Kan sangat rancu. Mohon ini menjadi pemahaman kita semua dan institusi lain juga harus menghormati aturan hukum dan yuridis yang berlaku di negara kita. Jangan hanya karena ada kepentingan pihak-pihak tertentu, lantas mengabaikan pertanggung jawaban secara hukum dalam kehidupan civil society saat ini.
Secara legalitas, seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, sebagai pemahaman kita semua bahwa regulasi yang mengatur tentang pengelolaan sumur tua dengan melibatkan paguyuban oleh Pertamina ini apa juga benar? Apa dasarnya paguyuban bisa mengangkut bbm? Apakah ada ijinnya? Apa bentuk badan usahanya? Apa alat angkutnya sudah memenuhi standar keselamatan dalam mengangkut barang-barang berbahaya dan lain-lain. Termasuk aspek lingkungan.
Kalau kita mau fair, dalam hal ini kita juga harus seimbang. Makanya kesepakatan degan Pertamina yang untuk sementara ini menggandeng paguyuban, karena tidak ada alternatif lain, kita hargai dan hormati sampai ada regulasi dari negara, dalam hal ini Dirjen Migas, yang mengatur tentang pengelolaan yang baru.
Untuk Pertamina pun, kita bisa pertanyakan. Bahwa sebelumnya Pertamina menerima minyak dari KUD (yang saat ini sudah diputus) dari sumur-sumur tua, yang kalau tidak salah ada 220 sumur. Pertanyaannya sekarang, apakah yang diangkut saat ini dari sumur tua tersebut atau hasil dari sumur-sumur baru yang dibor oleh investor-investor yang dulunya dibiarkan.
Menurut data kita, saat ini ada lebih dari 500 sumur. Aspek-aspek inilah yang perlu kita buat regulasinya. Bagaimana pengaturan sumur tua dan sumur baru. Pertamina jangan klaim bahwa itu milik mereka semua, perlu dilihat kontrak awalnya, bagaimana dengan keberadaan dan maraknya sumur-sumur baru tersebut. Untuk itu kita sepakat, lakukan himbauan sosialisasi kepada kelompok-kelompok penambang, sehingga aspek preemtif dan preventif kita kedepankan, bukan aspek penindakan atau konteks penegakan hukum, karena semua juga salah, baik kelompok yang menyuling dan menjual ke pihak lain, paguyuban, termasuk juga Pertamina".