Akurasi Alat Pengukur Suhu di Blok Cepu Diragukan
Senin, 09 November 2015 08:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
Gayam – Badan Lingkungan Hidup (BLH) Pemkab Bojonegoro menyatakan empat alat pengukur suhu dan kelembapan udara yang dipasang di sekitar ladang minyak dan gas bumi (migas) lapangan Banyu Urip Blok Cepu di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, tidak bisa dipertanggungjawabkan keakuratannya. Alat pengukur suhu udara itu dipasang oleh Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL) anak perusahaan Exxon Mobil asal Amerika Serikat yang mengelola lapangan migas Banyu Urip Blok Cepu di Bojonegoro.
Petugas BLH Pemkab Bojonegoro melakukan pengecekan suhu udara di Dusun Ledok, Desa Mojodelik, Kecamatan Gayam. Desa Mojodelik merupakan desa penghasil migas Banyu Urip Blok Cepu. Hasilnya, suhu udara yang terpampang di alat pengukur suhu yang dimiliki oleh BLH Bojonegoro dengan alat pengukur suhu yang dipasang oleh EMCL itu berbeda.
"Keberadaan alat itu memang belum bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Di alat pengukur suhu milik BLH Bojonegoro menunjukkan temperature udara 42 derajat celcius. Sedangkan, di papan monitoring EMCL hanya 37 derajat celcius. Padahal, pengukuran itu kami lakukan di waktu yang sama yakni siang hari," ujar Kepala Bidang Pengkajian dan Laboratorium BLH Pemkab Bojonegoro, Hary Susanto usai melakukan pengecekan dan pengukuran suhu di Mojodelik, tepat berjarak 500 meter dari kegiatan pembakaran gas suar (flaring) tapak sumur (well pad) B.
Menurut Hary, alat pengukur suhu dan kelembapan udara yang kini digunakan EMCL hanya sebatas peringatan sehingga hasilnya masih rancu. Ditambah alat monitoring EMCL berada di dalam kotak yang terbuat dari besi.
"Kalau saya lihat, alat monitoring EMCL akan berfungsi ketika papannya panas saja, kalau tidak ya angkanya tidak berubah," ujarnya.
Melihat kondisi itu, Hari Susanto meminta EMCL mengubah alat pengukur suhu dan kelembapan udara yang kini dipakainya. Sebab, data pada alat tersebut tidak valid.
"Pokoknya jangan pakai alat yang berada di dalam kotak, sudah pasti tidak bisa mendeteksi kebenaranny," ungkapnya.
Tingginya suhu udara di sekitar ladang migas Blok Cepu itu berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang hidup di Dukuh Mojo, Desa mojodelik, Kecamatan Gayam. Lahan persawahan yang biasa ditanami padi, jagung, kacang hijau, dan tembakau sudah tak terlihat lagi. Kini, lahan-lahan sawah terlihat tandus, retak-retak, dan tak ada aktivitas pertanian.
Suhu ini juga mengganggu waktu istirahat warga. Mereka tak lagi bisa menikmati tidur nyenyak pada malam hari maupun siang hari. Pada malam hari, kebanyakan mereka tidur di emperan rumah demi mendapatkan angin alami, angin dari kipas angin tak bisa membantu menghilangkan hawa panas.
“Sudah beberapa bulan ini panasnya menyengat, tahun lalu tidak seperti ini,” ujar Sukirno, warga Dukuh Mojo, Desa Mojodelik.
Sukirno tidak mengetahui secara persis penyebab meningginya suhu udara di desanya. Desa Mojodelik dekat dengan kawasan pengeboran minyak. Tak jauh dari desa itu terdapat pembuangan gas suar yang menggunakan sistem flare (dibakar dan keluar ke udara).
“Mungkin panas disebabkan dari flaring, mungkin juga disebabkan kemarau panjang. Tahun lalu, pad abulan Oktober sudah hujan, sekarang di sini belum hujan,” tandasnya. (rul/kik)
foto alat pengukur suhu yang terpasang di Blok Cepu