Dua Terpidana Korupsi PNPM Malo Akhirnya Dieksekusi
Jumat, 01 Januari 2016 14:00 WIBOleh Mujamil E. Wahyudi
Oleh Mujamil E Wahyudi
Kota - Dua terpidana kasus korupsi dana pinjaman bergulir Unit Pengelola Keuangan (UPK) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd) Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro, akhirnya menjalani hukuman, Rabu (30/12) lalu. Setelah satu bulan lebih kasus yang menjerat terpidana Inkracht atau berkuatan hukum tetap. Kedua terpidana itu mantan pengurus UPK, Wakhid (ketua) dan Lilik Marhaeni (bendahara).
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya memvonis Wakhid selama 2 tahun penjara dan pidana denda Rp 50 juta subsider 4 bulan penjara. Serta diminta membayar uang pengganti Rp 98 juta subsider 6 bulan hukuman kurungan.
Sedangkan Lilik Marhaeni divonis lebih berat. Majelis hakim menghukum mantan bendahara itu 3 tahun penjara dan pidana denda Rp 50 juta subsider 4 bulan penjara. Selain itu juga diminta membayar uang pengganti sekitar Rp 2,3 miliar subsider 10 bulan hukuman kurungan.
Jaksa penuntut umum (JPU) Agung Tri Radityo, mengatakan, eksekusi terhadap kedua terpidana baru dapat dilakukan karena Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro baru menerima salinan putusannya dari Pengadilan Tipikor. Padahal kasus korupsi tersebut sudah inkracht satu bulan lebih. Setelah JPU maupun terpidana sama-sama menerima putusan majelis hakim pada 20 November 2015 lalu.
‘’Petikan putusannya baru dikirim. Jadi eksekusi baru dapat dilakukan,’’ ujarnya kepada beritabojonegoro.com, Kamis (31/12).
Meski demikian, Kejari tidak perlu menguras banyak keringat mengeksekusi kedua terpidana. Karena terpidana sudah berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II-A Bojonegoro. Tepatnya sejak 21 Mei 2015. Setelah tim jaksa penyidik Kejari menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Sehingga mereka sudah menjalani masa hukuman pidana penjara 7 bulan lebih.‘’Eksekusinya cukup dilakukan proses administrasi. Kerena terpidana sudah berada di Lapas,’’ ungkapnya.
Kedua terpidana itu divonis bersalah. Karena dianggap bertanggung jawab atas penyaluran dana pinjaman bergulir PNPM-MPd Kecamatan Malo. Ketua UPK bertugas menandatangani dan mengetahui setiap pengeluaran dana pinjaman bergulir. Sedangkan Bendahara UPK bertugas mencairkan dan menyetujui dana tersebut.
Tak hanya itu, berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti, ditemukan 99 kelompok simpan pinjam perempuan (SPP) bermasalah di 15 desa di Kecamatan Malo. Di antaranya Desa Kliteh, Ketileng, Trembes, Ngujung, Kacangan, Kemiri, Sudah, Tambakromo, Tinawun, Banaran, Tulungagung, Petak, Malo, Rendeng, dan Sumberejo.
Sedangkan jumlah kelompok setiap desa tidak sama. Ada satu desa ditemukan lima kelompok bermasalah. Serta bentuk penyelewengan seluruh kelompok bermasalah itu juga tidak sama. Ada kelompok resmi yang dibuat masyarakat, tapi setelah dana cair ada pemotongan. Misalnya kelompok mendapatkan pinjaman Rp 50 juta, tapi hanya terima Rp 30 juta.
Selain itu ditemukan kelompok fiktif, artinya kelompok itu tidak dibuat masyarakat. Tapi dalam laporannya disebutkan dana pinjaman bergulir diterima kelompok fiktif tersebut. Ini diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan sejumlah kelompok. Ternyata mereka tidak pernah mengajukan pinjaman, juga tidak pernah menerima uangnya.
Dugaan penyelewengan dana pinjaman bergulir itu sejak 2010. Namun baru mencuat pada November 2013, setelah tim fasilitaor kabupaten PNPM-MPd Bojonegoro menemukan kejanggalan dalam laporan keuangan. Kemudian dilakukan verifikasi, ternyata benar ditemukan adanya penyelewengan.
Berdasarkan hasil investigasi Tim Penanganan Masalah (TPM). Jumlah kerugiannya mencapai Rp 4,2 miliar. Namun tidak semua dinikmati kedua tersangka. Diduga mantan pengurus UPK itu menikmati sebesar Rp 1,8 miliar. Sedangkan sisanya masih menjadi tunggakan kelompok aktif dan dipakai kepala desa setempat. (yud/tap)