Satrio Rikad Dhoyo, Pembuat Kaos Genyo
Kenalkan Kata-Kata Khas Bojonegoro Lewat Kaos
Jumat, 15 Januari 2016 15:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
Kota - Potensi lokal Kabupaten Bojonegoro tidak hanya tentang pariwisata, namun juga bahasa prokem khas lokal yang berbeda dengan daerah lain. Letak Bojonegoro yang berada di antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, menghasilkan bahasa unik yang tidak kasar juga tidak halus.
Dalam perkembangannya bahasa unik tidak kasar juga tidak halus itu menurunkan istilah prokem atau kata-kata khas anak-anak muda Bojonegoro. Oleh Satrio Rikad Dhoyo, kata-kata khas Bojonegoro itu menyentil ide kreatifnya untuk mengabadikan sekaligus mengenalkannya lewat sebuah kaos. Lalu jadilah sebuah produk kaos yang diberi nama kaos Genyo.
Kepada beritabojonegoro.com (BBC), Satrio Satrio Rikad Dhoyo atau lebih akrab dipanggil Dhoyok tak sungkan membagi kisah perjuangannya membuat kaos Genyo.
Ide untuk membuat kaos dengan trademark Genyo dimulai ketika melihat Bali dan Jogjakarta yang memiliki oleh-oleh khas berupa kaos. Dhoyok pun terinspirasi dari sana. Dia ingin Bojonegoro juga memiliki identitas sebagai orang Bojonegoro.
"Kenapa sih, orang Bojonegoro yang sudah sukses di luar daerah enggan kembali ke Bojonegoro? Atau kenapa pula, mahasiswa yang yang kuliah di luar daerah logat Bojonegoronya jadi hilang? Pertanyaan-pertanyaan ini akhirnya yang menjadi cikal bakal 'Genyo'," ujar Dhoyok.
Karena keinginan anti mainstream, Dhoyok membuat target pemasaran kaos Genyo adalah warga lokal. Berbeda dengan kaos khas Jogjakarta dan Bali yang targetnya adalah wisatawan asing, Dhoyok justru sebaliknya. "Baginya bagaimana kita bisa bangga dengan kota Bojonegoro kalau kita tidak mengenal kota sendiri?" ungkapnya.
Untuk memulai proyek ini, Dhoyok melakukan studi banding di Dagadu Jogjakarta mengenai standardisasi material bahan dan tinta kaos. "Untuk design kami melakukan riset terhadap kata-kata khas lokal sehingga diputuskan Genyo sebagai trademark," tuturnya.
Ketika disinggung mengapa produk kaos Genyo dijual dengan harga yang tergolong mahal? Dhoyok mengungkapkan, yang namanya ide dan kreativitas itu mahal harganya, sehingga sudah sepantasnya produknya dihargai mahal.
"Kami menjual ide, menjual kreativitas. Kalau hanya foto tempat wisata itu tidak memiliki unsur edukasi dan tidak menarik," ungkapnya.
Anak pertama dari tiga bersaudara ini mulai berbisnis kaos dengan sistem pembelian langsung. Saat ini dengan dua pekerjanya, dia bisa memproduksi 600 potong kaos dalam dua bulan. Selain itu, kini dia sudah memiliki sepuluh Reseler yang mayoritas anak SMA.
Setiap kaos yang berhasil dijual, Reseler mendapatkan keuntungan Rp 10.000. Kaos juga bisa didapat di Distro PRS Basuki Rahmad, SDN Sukorejo, Kedai Nyusu Patimura 69, dan Palupi Kopi Kalitidu.
Untuk design kaos, Dhoyok sendiri yang mengerjakan. Design kaos baginya bukan hanya pekerjaan tetapi juga hobi. Kegemarannya menggambarnya itu muncul sejak TK. Sampai saat ini design yang telah dihasilkannya sekitar 100 buah.
"Namun masyarakat lebih suka design lama, karena Genyo ini berseri. Sehingga mereka pun mengoleksi koleksi mulai design lama," jelasnya.
Kesibukan lelaki yang lahir 26 tahun silam itu selain menyablon, juga aktif di berbagai komunitas dan traveling eksplorasi Bojonegoro. Karena itu Dhoyok memiliki program untuk menyisihkan laba Rp 10.000 per kaos untuk disumbangkannya. Hal inilah yang menyebabkan kaos miliknya berbeda dengan kaos lokal lainnya.
"Saya ingin mengajak semua untuk ikut beramal bersama untuk kemanusiaan. Jadi Genyo bukan saja untuk kepentingan pribadi tetapi juga memberikan manfaat kepada sesama," tandasnya.
Beberapa waktu lalu, ketika dia sedang berada di Jogja, dia melihat beberapa orang memakai kaos Genyo. Rasanya target telah tercapai untuk mengenalkan Bojonegoro di luar daerah. Selain itu ke depannya dia berharap bisa membuat distro dimana tidak hanya memuat kaos miliknya saja, tetapi juga karya seniman Bojonegoro lainnya. (ver/tap)