Tak Ingin Proyek Waduk Gongseng Terhenti, Bupati Gelar Rapat Percepatan
Selasa, 26 April 2016 19:00 WIBOleh Heriyanto
Oleh Heriyanto
Kota-Waduk Gongseng adalah salah satu proyek nasional yang masuk dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional. Proyek ini terletak di kecamatan Temayang Kabupaten Bojonegoro. Waduk ini memiliki kapasitas 14,75 juta meter kubik yang fungsinya untuk memenuhi kebutuhan irigasi bagi 6200 ha lahan pertanian dan menyediakan air baku 300 liter perdetik.
Pimpinan Proyek Waduk Gongseng Arif Rahman menjelaskan, proyek ini mulai dibangun tahun 2013 dan direncanakan akan selesai pada 2 Desember 2017. Dia menegaskan ada 3 hal yang harus dipenuhi dalam pengerjaan proyek tersebut. Pertama adalah lahan untuk konstruksi 32ha, kedua lahan untuk relokasi warga 80ha, dan ketiga adalah lahan untuk genangan seluas 328ha. “Untuk saat ini hanya tersedia lahan seluas 8,5 ha untuk konstruksi, dan masih kurang seluas 23,5ha. Jika permasalahan ini tidak segera diselesaikan pengerjaan waduk ini dapat terancam terhenti akibat permasalahan lahan dikawasan hutan yang sampai saat ini belum ada titik temu,” katanya.
Untuk menghindari ancaman tersebut, Bupati menggelar pertemuan dengan beberapa pihak terkait mulai dari Kementerian Pekerjaan Umum, Perhutani, Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo dan jajaran di pemerintahan Bojonegoro. Tak hanya itu dalam pertemuan ini menghadirkan pula aparat keamanan baik TNI maupun Polri serta Kejaksaan Negeri Bojonegoro, dan pimpinan DPRD, Selasa (26/04) siang tadi di rumah dinas Bupati.
Perum Perhutani mengatakan kawasan hutan adalah ada di bawah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan. Dijelaskan untuk waduk gongseng ini ada tiga skema, pertama pinjam pakai tanpa kompensasi, kawasan hutan kurang dari 39 persen dengan kompensasi lahan dan penanam di daerah aliran sungai. Kedua relokasi harus tukar menukar, untuk genangan kompensasi dengan penanaman. Yang ketiga tukar menukar kawasan hutan . Tanah aset yang terdampak dengan mekanisme pinjam pakai/sewa, atau dibeli.
Dinas Kehutanan Prov Jawa Timur berpendapat, pada prinsipnya mendukung program tersebut, namun hanya sebatas kewenangan monitoring evaluating dan memberikan rekomendasi saja selebihnya ada pada kewenangan di tangan pemerintah pusat.
Melihat kondisi tersebut skenario yang dimungkinkan adalah pinjam pakai kawasan hutan (PPKH), dan tukar menukar kawasan hutan (TMKH). Agar 16 Mei nanti tak berhenti dibutuhkan 103,5 ha. Selain itu, juga ada permasalahan terkait 1 warga Desa Kalimati yang menolak hasil musyawarah dan bupati menugaskan Camat, Kades, aparat TNI dan Polri untuk memberikan pemahaman. Penyelesaian menggunakan metode jalur normal, dispensasi, dan diurus bersama-sama agar kendala ini bisa terpecahkan.
Untuk percepatan penyelesaian permasalahan tersebut, Bupati menyanggupi untuk mengirim surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan bahkan akan menghadap sendiri dalam waktu dekat. Dalam surat kepada menteri juga akan dilampirkan Rekomendasi dari Gubernur dan Pertimbangan Teknis dari Dirut Perhutani.
Dalam rapat ini, Bupati langsung menelpon Direktur Utama Perhutani untuk langsung memerintahkan bawahannya yang ikut rapat supaya pertimbangan teknis selesai pada tanggal 2 April 2016. Terkait dengan rekomendasi Gubernur juga dimintakan untuk difasilitasi oleh perwakilan Dinas Kehutanan Propinsi, supaya dapat selesai pada tanggal itu juga. Selain itu, draft surat kepada Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan juga harus selesai pada hari ini juga. “Sampai malam jam berapapun saya tunggu untuk saya tandatangani,” tandas Bupati.
Itulah Cara-cara Bojonegoro dalam menyelesaikan permasalahan secara tepat, cepat dan bermanfaat melalui penerapan prinsip-prinsip 4.O Direct (langsung), Dialog, Distribute (berbagi Peran) dan Digital dengan memanfaatkan sarana teknologi komunikasi.(her/moha)