Diskusi Buku
Novel Kambing dan Hujan Dibedah Komunitas Atas Angin
Jumat, 29 April 2016 19:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
Kota – Novel berjudul Kambing dan Hujan karya seorang penulis asal Lamongan, Mahfud Ikhwan, didiskusikan oleh Komunitas Atas Angin di Perpustaan Daerah Bojonegoro, Jum’at (29/04) sore ini. Novel ini merupakan pemenang pertama sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta 2014. Puluhan peserta hadir dalam diskusi ini.
Moderator diskusi, Ikal Noor Hidayat, menjelaskan bahwa diskusi ini sebenarnya merupakan kegiatan rutin Komunitas Atas Angin setiap bulan, namanya Arisan Buku. Komunitas Atas Angin sendiri adalah sebuah gerakan literasi di Bojonegoro yang giat menggelar diskusi dan kajian tentang buku. Kata Ikal, disebut arisan karena yang menyajikan buku ditentukan dengan cara undian. “Dengan cara dikocok sesuai nomor absen peserta, yang keluar nomor absennya, dia terpilih menjadi penyaji buku untuk didisuksikan bersama pada bulan berikutnya,” kata dia.
Nah, penyaji kali ini, M Ilham Badawik, memilih Kambing dan Hujan untuk dibedah. “Novel ini menarik. Sederhana nampaknya namun isi atau cerita di dalamnya begitu kompleks. Tentang kisah romantis dua muda mudi yang berseberangan kubu dan paham,” kata Ilham.
Ilham mengaku membacanya hampir sebulan penuh. Menurut dia novel ini sebenarnya ringan dibaca meskipun tema yang diangkat serius. Ilham menyukai karya-karya yang dapat dipahami dengan mudah. “Apa yang dipaparkan novel ini dekat dengan kita, masalah kita sehari-hari,” katanya.
Yang membuat Ilham suka dari novel ini adalah gaya penulis bercerita. “Persoalan yang sama tetapi diceritakan dengan cara yang beda atau oleh orang yang berbeda, akan beda juga. Nah misalnya di dalam novel ini sendiripun ada banyak tokoh yang bercerita. Ada satu tokoh yang pandai sekali bercerita di sini dan itu menarik sekali,” katanya.
Singkat cerita, novel Kambing dan Hujan ini disebut-sebut sebagai sebuah roman percintaan antara dua sejoli yang datang dari dua kutub yang berbeda. Miftahul Abror seorang pemuda Muhammadiyah dan Fauzia adalah gadis Nahdhatul Ulama, mereka menjalin hubungan asmara dan berencana serius ingin menikah. Namun mereka terganjal dengan pertentangan dua kutub itu, dimana keduanya merupakan sama-sama ormas terbesar di Indonesia ini yang sulit bersatu dalam satu atap. Singkat cerita, ternyata bukan perbedaan itu yang menjadi masalah serius. Melainkan hubungan masing-masing ayah mereka di masa lalu yang penuh tawa, pilu, tanjakan, dan terlibat cinta segi tiga tak tuntas. Kedua orang tua mereka tidak pernah ada niat untuk menyelesaikan ketegangan mereka sampai ketika Mif dan Fauzia menjalin hubungan itu. Dengan terjalinnya hubungan Mif dan Fauzia, cerita tentang masa lalu mereka yang menyisakan masalah mulai diurai dan dituntut untuk selesai.
“Penulis mampu menawarkan kesejukan, dialog, toleransi dan cinta yang sangat indah melalui cerita di novel ini. Buku yang layak dibaca oleh siapa saja. Dan yang penting kita bisa belajar banyak dari kisah inspiratif ini," kata Ilham.
Mengamini Ilham, salah satu peserta, Mohamad Tohir, mengatakan bahwa novel ini bagus. Selain menang sayembara novel yang cukup bergengsi, ceritanya memang benar-benar bagus. “Menguraikan tentang makna kambing dan hujan, dua hal yang hampir mustahil bersatu. Yang dijadikan contoh adalah dua ormas terbesar di negeri ini, yakni NU dan Muhammadiyah. Memang hampir mustahil bersatu, tapi dalam suatu kondisi lain mereka bersatu penuh cinta dan damai,” komentarnya. (ver/moha)