Amaning Jelang Eksekusi TITD Hok Swie Bio
Hwat: Putusan Pengadilan Tinggi Ini Sudah Kadaluarsa
Senin, 21 November 2016 21:00 WIBOleh Piping Dian Permadi
Oleh Piping Dian Permadi
Bojonegoro Kota - Kasus sengketa kepengurusan Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Hok Swie Bio Bojonegoro yang sudah berjalan hampir tiga tahun lamanya akan menemui babak akhir. Pagi tadi Senin (21/11/2016) sekira pukul 09.00 WIB Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro memanggil pihak termohon eksekusi agar melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela (amaning). Namun termohon menyatakan akan bertahan karena putusan pengadilan dinilai kadaluarsa.
Selain pihak termohon, pertemuan di kantor pengadilan negeri Bojonegoro jalan Hayam Wuruk itu juga dihadiri oleh pihak pemohon eksekusi beserta penasehat hukumnya.
Kepala PN Bojonegoro Khamim Tohari SH MH mengatakan, proses amaning ini merupakan prosedur yang harus dilakukan sebelum melakukan eksekusi. Amaning atau memanggil pihak termohon eksekusi dilakukan agar putusan pengadilan dilakukan benar-benar secara sukarela. Harapannya agar pihak termohon menaatinya.
"Tadi yang hadir pihak termohon eksekusi yang pertama sekaligus mewakili termohon eksekusi yang ke enam. Sementara termohon eksekusi yang ke dua, tiga, empat dan lima tidak hadir," Kata Kepala PN Bojonegoro.
Pihak pengadilan selaku pelaksana eksekusi menyampaikan kepada termohon bahwa disini ada putusan dari pengadilan tingkat pertama, tingkat banding di pengadilan tinggi dan tingkat kasasi yang harus dilaksanakan. Karena keputusan pengadilan ini sudah berkekuatan hukum tetap di tingkat mahkamah agung (MA).
Kepala PN berharap kepada pihak termohon agar bersedia menyerahkan secara sukarela, agar eksekusi ini berjalan lancar dan kondusif. Pengadilan akan memberikan waktu 8 hari kepada pihak termohon untuk melakukan komunikasi dan koordinasi kepada umat serta termohon yang lain yang tadi belum sempat hadir.
"Tentu mereka membutuhkan koordinasi setelah mendapatkan amaning dari kita," pungkasnya.
Sementara itu ditemui usai acara, penasihat hukum pemohon Gandi koesminto alias Go Kian An, Muharsuko Wirono SH MH mengatakan bahwa amaning ini adalah untuk mengingatkan kembali kepada pihak termohon eksekusi, bahwa ada putusan pengadilan yang harus dilaksanakan.
Dari pertemuan tadi dia menyimpulkan pada intinya pihak termohon belum bisa menyerahkan kepada pihak pengadilan secara sukarela. Kalau dari pihak termohon tidak bisa sukarela, pengadilan akan melakukan amar putusan sesuai undang-undang, yakni eksekusi secara paksa.
"Kami sangat berharap untuk dilaksanakan secara sukarela agar keadaan kondusif. Karena, mau tidak mau, suka tidak suka, akan dilakukan eksekusi," ungkapnya.
Di lain kesempatan pihak termohon pertama, Hari Widodo Rahmat alias Tan Tjien Hwat, ketika ditemui usai menghadiri pemanggilan di PN Bojonegoro menegaskan bahwa tidak akan menyerahkan kepengurusan secara sukarela. Dia dan umat klenteng akan tetap bertahan meski ada eksekusi secara paksa dari pihak pengadilan.
"Kami siap menghadapi aparat, kami akan bertahan, saya ketua sah pilihan umat," kata Tan Tjien Hwat.
Hwat, sapaan akrabnya, beralasan bahwa putusan pengadilan terhadap sengketa kepengurusan klenteng ini sudah kadaluarsa, karena terjadi pada periode kepengurusan tahun 2013 /2015. Sedangkan saat ini, menurutnya, sudah ada dirinya sebagai ketua klenteng baru periode berikutnya setelah adanya pemilihan beberapa waktu lalu.
"Saya nilai kepala pengadilan ini terlalu memaksakan eksekusi. Ini urusan internal rumah ibadah. Kami punya AD/ART, kenapa dicampuri," kesalnya.
Hwat bahkan mengatakan bahwa Go Kian An alias Gandhi Koesminto adalah ketua tunjukkan pengadilan, sedangkan dirinya adalah ketua pilihan umat. "Kalau dia (Gandhi) dijadikan ketua klenteng oleh pengadilan, maka jadi ketua saja di pengadilan sana,” ungkapnya.(pin/moha)