Resensi Film Filosofi Kopi (2015) Karya Angga Dimas Sasongko
Arti Kopi Bagi Semua Orang
Sabtu, 03 Desember 2016 20:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
Siapa yang tak kenal minuman warna hitam yang digilai jutaan umat di dunia ini. Dari mulai remaja sampai kakek-nenek, mulai dari rakyat jelata sampai pejabat, tidak bisa menolak aroma asap kopi yang mengepul di udara saat masih panas. Persaingan para pecinta kopi juga terjadi, dimana masing-masing memiliki caranya sendiri.
Sampai – sampai, Dewi Lestari alias Dee juga menelurkan karya berupa buku berjudul Filosofi Kopi (diterbitkan Bentang tahun 2006) yang berisi kumpulan cerita. Salah satu judul dalam kumpulan cerita itu, yang berjudul Filosofi Kopi, belakangan (tahun 2015) difilmkan oleh Angga Dimas Sasongko dengan judul sama; Filosofi Kopi. Tulisan ini sedikit mengulas tentang film itu.
Cerita berawal dari dua sahabat yang mendirikan sebuah kedai kopi tanpa wifi, di mana penjualan utamanya adalah kopi dengan segala jenis dan tentu saja filosofinya. Mereka adalah Jody (diperankan Rio Dewanto), si pemilik kedai merangkap manajer keuangan, dan Ben Barista (Chiko Jerico), pemuda peracik kopi yang memiliki banyak fans perempuan.
Ben ini seorang peracik kopi ulung. Kopi bagi dia bukan sekadar menuman, tetapi gairah hidup atau lebih jauh dari itu. Idealismenya terhadap kopi membuatnya memperlakukan kopi secara istimewa dan unik. Dan seperti umumnya orang yang keukeuh pada idealisme, dia terkoyak. Dalam kasus ini kedai kopi itu bangkrut.
Meski disuka, idealisme Ben tidak terlalu membawa keuntungan bagi kedai. Jody hampir gila melihat bahwa pendapatan mereka terus menurun sampai dililit hutang.
Kegilaan Ben bertambah ketika dirinya menerima tantangan senilai Rp 1 miliar untuk membuat kopi paling sempurna. Singkat cerita, terciptalah Ben's Perfecto karya Ben. Mereka selamat dari jeratan hutang dan kebagkrutan. Hingga datang El (Julie Estelle), seorang perempuan peneliti kopi (coffe tester), yang menyatakan bahwa Ben's Perfecto tidaklah sesempurna namanya. Masih ada yang lebih baik dari racikan Ben di suatu tempat di Jawa Timur.
Baik Ben maupun Jody pun tertantang untuk menemukan kopi terbaik yang bagaimana sebagaimana kata El. Obsesi pada kopi yang sempurna mengantarkan mereka ke Jawa Timur hingga benar-benar bersua dengan kopi tiwus.
Kopi bukanlah sekadar minuman, tapi juga memiliki cerita sendiri dalam kehidupan masing masing pecintanya. Arti kopi bagi setiap orang berbeda-beda dan beragam. El dengan arahnya sendiri, Ben juga dengan arahnya. Dan kopi tiwus juga memiliki cinta dan kenangan tersendiri.
Dalam film ini kita akan melihat bahwa obsesi Ben terhadap kopi yang sempurna telah meninggalkan esensi dari kopi itu sendiri. Apa itu?
Cinta...
Lhoh kok? Panjang ceritanya. Singkatnya, melalui kopi tiwus, Ben belajar menerima kenangan-kenangan pahit masa lalunya hingga akhirnya dia pulang ke rumah ayahnya yang sebelumnya dia benci di sepanjang hidupnya.
Perasaan kita akan tercampur aduk melihat keputusasaan Ben dan kesedihan mendalamnya terhadap kopi dengan kemunculan kenangan masa lalunya. Bagaimana filosofi kopi buatmu?