Nasib Pekebun Salak Wedi yang Tak Seperti Dulu Lagi
Minggu, 01 Januari 2017 13:00 WIBOleh Rischa Novian Indriyani
Oleh Rischa Novian Indriyani
Kapas - Eksistensi penjual salak di Desa Wedi Kecamatan Kapas Kabupaten Bojonegoro sudah tak seperti dulu lagi. Dulu banyak di temui para wanita penjual salak yang berjajar di sepanjang jalan desa wedi setiap paginya untuk menjajahkan salak, kini sudah tidak ada lagi. Tidak hanya penjualnya yang berkurang bahkan pohon salaknya pun sudah tak selebat dulu.
Siti Asiyah (68) saat di temui team BBC mengaku kebun salak miliknya sudah banyak yang di babati dan sebagian di bagikan ke anak anaknya dan sekarang tinggal sedikit pohon salak yang ia miliki. "Dulu saya juga setiap pagi berjualan di depan gang bersama para tetangga yang sedang panen, kalau sampai siang tidak laku saya jual ke pasar kota Bojonegoro", ujar Asiyah.
Sekarang, pembelinya jarang. Kalaupun toh ada, adalah para tetangga yang beli untuk oleh-oleh sanak famili.
"Kalau sekarang ya pembelinya malah tetangga sendiri yang sedang kedatangan tamu dari jauh, kemudian beli di saya untuk oleh oleh", tambahnya.
Beda dengan Rukayah (56) yang tinggal di dekat jalan raya Wedi. Dia mengaku sudah eksis berjualan sejak tahun 1975 hingga sekarang. Jika panen, banyak salak yang dipajang di depan rumahnya untuk dijual. Pembelinya pun sudah berlangganan mulai dari warga lokal hingga luar kota, dan juga sering dikulak untuk dijual lagi. Harganya perseratus biji dibandrol tiga puluh lima ribu rupiah, tapi juga bisa berubah tergantung rasa buah dan ukurannya, jika besar besar bisa lebih mahal lagi harganya.
Rukayah mengaku memiliki kebun sendiri dan masih terjaga sampai sakarang dibandingkan orang lain yang kebanyakan sudah dijual dan di buat bangunan-bangunan baru.
Rukayah menginginkan salak wedi lebih di kenalkan lagi kepada masyarakat. "Dulu sudah pernah ada pelatihan untuk membuat kripik salak, tetapi setelah pelatihan tidak ada yang menindak lanjuti karena tidak punya mesin pengeringnya (vacum frying)," terangnya. (rni)