Note From Kang Yoto
Ubahlah Pertanyaan Terhadap Anak-Anak Kita
Minggu, 22 Januari 2017 13:00 WIBOleh Kang Yoto
Oleh Kang Yoto
BERAPA lama lagi kita menunggu lahirnya generasi kuat lahir batin, sehat, cerdas dan produktif menciptakan nilai tambah, mandiri dan bisa menjalani hidup dengan penuh bahagia.
Rasanya tidak perlu ditunggu, karena di antara mereka kini telah berkiprah, tapi bagaimana agar kualitas dan jumlahnya semakin banyak, inilah yang menjadi mandat dan target kita semua. Sebab hanya dengan itu maka kualitas kehidupan akan dapat diwujudkan.
Perubahan perbaikan kehidupan di level desa, kecamatan, kabupaten dan kota, Propinsi, Negara dan Dunia akan menjadi cermin keberhasilan dalam melahirkan generasi itu pada setiap zamannya.
Dulu kita selalu bertanya: Apa cita-citamu nak? Kini saatnya kita mengubahnya menjadi: Bagaimana kelak engkau akan bisa hidup lebih baik nak? Apa yang kelak dapat membuatmu hidup? Apa yang dapat engkau kontribusikan dalam kehidupan ini? Dengan siapa engkau akan berkolaborasi? Apa yang engkau miliki dan apa yang kini harus engkau terus kembangkan agar kelak engkau sukses menjalani setiap ujian sebagai tantangan kehidupanmu dan mengabdi buat kehidupan.
Anak-anak tentu tidak akan sendirian menyiapkan dirinya sendiri. Inilah mandat terhadap orang tua, guru, lingkungan, ormas, pebisnis dan pemerintah. Banyak orang tua berterima kasih saat Pemkab Bojonegoro membantu biaya pendidikan bagi semua anak-anak Bojonegoro, miskin atau mampu, yang belajar di SLTA negeri dan swasta.
Dengan bantuan langsung kepada anak anak lewat Pemerintah Desa, bukan hanya telah meningkatkan jumlah anak yang sekolah SLTA naik signifikan, karena warga terlibat mengawasi kepastian anak anak bersekolah. Bahkan di saat banyak perdebatan soal biaya Sekolah Menengah Atas gratis atau bayar, seiring dengan berlakunya UU Nomor 23 yang mengubah tanggung jawab pengelolaan SLTA dari Pemkab ke Pemprov, cara Bojonegoro terbukti membuat warganya tidak ikut risau.
Namun sekali lagi bukan soal perdebatan biaya, fasilitas, insentif dan regulasi yang harus terus menjadi fokus kita dalam mendidik anak anak.
Apakah saudara-saudaraku yang menjadi guru telah dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati menjadikan kelas dan lingkungannya sebagai alat dan cara yang memberi suasana nyaman agar anak-anak tumbuh sehat, cerdas, produktif dan bahagia?
Apakah anak-anak kelak akan dapat terus mampu meningkatkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kritis, dan kreatif?
Sebab, sekali lagi pertanyaan utama bukan apakah kurikulumnya sudah dilaksanakan atau belum? Apakah ikhlas menyiapkan anak-anak tumbuh menjadi dirinya untuk mampu hidup lebih baik mandiri bahagia kelak. (*)