Tradisi Malam Satu Suro
Bungkusan Mori, Kendil, dan Bunga Tujuh Rupa di Tengah Jalan Gegerkan Warga
Rabu, 14 Oktober 2015 11:00 WIBOleh Ahmad Bukhori
Oleh Ahmad Bukhori
Balen - Hari ini bertepatan pada tanggal 1 Muharram. Orang Jawa menyebutnya dengan satu Suro. Masyarakat Jawa yang kental dengan tradisi adat dan budaya yakin dengan kesakralan malam satu Suro ini.
Aliran Kejawen yang diwariskan oleh nenek moyang dan leluhur Jawa ajarannya kini masih melekat pada diri masyarakat. Ritual - ritual yang kerap dilakukannya setiap malam satu Suro seperti ngumbah keris atau pedang, bersemedi, menyepi, mandi bunga tujuh rupa, dan sebagainya. Tak pelak, kesemuanya dipercayai bertujuan untuk ngumbah sengkolo atau menghilangkan mara bahaya dalam diri mereka atau pun keluarganya. Hal ini tak jarang ditemui di Bojonegoro utamanya di pedesaan - pedesaan.
Dari kaca mata orang awam atau anak - anak muda memandang ritual yang dilakukan itu adalah sesuatu yang aneh. Bisa jadi terkejut lantaran melihat tradisi malam satu Suro ini. Seperti yang telah tejadi di Kecamatan Balen, pagi ini, Rabu (14/09) warga Pilanggede dan sekitarnya digegerkan dengan adanya sebungkus mori dan kendil dengan taburan nasi kuning di tengah jalan. Sejumlah warga juga tidak mengetahui pelaku yang telah meletakkan barang barang tersebut. Salah satu warga Desa Pilanggede Sriatun,(40) saat hendak pergi ke pasar petang tadi sempat kaget saat melintasi barang di tengah jalan itu. Tampak dari kejauhan berwarna putih yang disorot oleh lampu kendaraannya. Begitu sudah dekat dengan barang itu, ternyata kata Sriatun hanya bungkusan kain mori dan kendil.
"Putih-putih di tengah jalan saya kira apa,” ujarnya pada BBC, sebutan BeritaBojonegoro.com, Rabu (13/10).
Menjadi penasaran, setelah didekati oleh sejumlah warga dan pelintas jalan, bungkusan mori itu ternyata berisikan beberpa pakaian anak - anak seperti baju, celana, dan selimut. "Semula juga ada taburan bunga warna warni tapi sudah mabur diterjang lalu lalang kendaraan. Kendil kini juga sudah pecah,” imbuh Tisan, warga lainnya.
Keberadaan barang itu, memang terletak tepat di tengah pertigaan jalan yang menghubungkan tiga desa. Ke timur jalur Desa Kedung Bondo, ke selatan jalur Desa Margomulyo dan ke utara masuk Desa Pilanggede.
Mustofa (47) tokoh spiritual setempat menjelaskan, hal itu biasanya dilakukan orang untuk membuang mara bahaya dari kelurganya. Mereka mempercayai pertigaan yang menjalur ke tiga desa itu adalah lokasi yang paling tepat.
”Bisa jadi karena anaknya jatuh sakit tak kunjung sembuh, untuk menyingkirkan musibah itu ia lakukan ritual ini di malam sakral tadi malam" pungkasnya. (ori/kik)