Ridwan Agung Asmaka, Penggiat Perpustakaan Gatda
Dulu Ngamen, Kini Lewat Cerita Boneka Ajak Anak Membaca
Minggu, 18 Oktober 2015 20:00 WIBOleh Linda Estiyanti
Oleh Linda Estiyanti
Sumberrejo - Usai mengajari praktik salat beberapa anak di kawasan markas Polres Bojonegoro, dia tiba-tiba singgah di kantor BBC, sebutan beritabojonegoro.com, Jalan Panglima Sudirman.
Salam dan sapa ramah yang diikuti senyum lepas mengembang dari wajah seorang Ridwan Agung Asmaka. Dia menyapa Linda Estiyanti, wartawan BBC.
"Mau kemana Mas Agung, sore ini?" tanya BBC sambil menyodorkan kamera poket kepada lelaki kelahiran 29 Desember 1994 itu.
"Mau ke Mejuwet Kecamatan Sumberrejo, Mbak, anak-anak sudah menunggu di sana. Silakan kalau berkenan ikut," ujarnya.
Wah, senang sekali diperbolehkan mengikuti aktivitas lelaki inisiator Perpustakaan Gatda tersebut. BBC segera mengiyakan.Tetapi dengan nada menggelitik Agung memotong. "Tetapi saya makan dulu, Mbak sudah makan belum?" tanyanya.
Kemudian BBC mengikutinya pulang ke rumahnya, di Kelurahan Ngroworejo Gang Bader, tidak jauh dari stadion Letjend Sudirman Bojonegoro.
Rumah itu tidak terlalu besar, mungkin luasnya hanya sekitar 10x10 meter. Rumah kayu terbuat dari papan bercat putih yang mulai memudar tersebut berlantaikan tegel agak kusam. Banyak berjajar lemari penyimpan buku-buku, semakin menambah sesak rumah sekaligus Perpustakaan Gatda milik Agung.
Agung adalah bungsu dari tiga bersaudara. Dia satu-satunya anak lelaki dari pasangan Maskun dan Subiyanti. Bapaknya hanya seorang pekerja bengkel. Ibunya berjualan di rumah. Kakaknya yang kedua, Tria sudah berkeluarga. Sementara seorang kakak pertamanya, harus menjalani perawatan di yayasan kejiwaan di Surabaya, sejak dia duduk di bangku kelas VI SD.
"Assalamualaikum," salam BBC memasuki rumah Agung. Kakak dan ibunya langsung menyambut hangat. Kakaknya menemani BBC berbincang. Sementara ibunya, sibuk di dapur membuatkan segelas minuman dan berulang kali menawari makan. Ramahnya sebuah kesederhaanan. Mungkin di rumah yang bertembok dan gedongan belum tentu ditemukan keramahan seperti itu.
Tak lama berbincang, sekitar pukul 15.45 WIB, Agung usai makan. Dia segera mengajak berangkat ke Sumberrejo. "Pakai motor saya saja Mas, jam segini bus ke arah timur agak sulit," tawar BBC. Kemudian dengan pertimbangan efektivitas waktu, dia pun menyepakati.
Sepanjang perjalanan dia pun bercerita tentang kehidupannya yang sederhana dan berat. Agung, berhasil lulus SMK Negeri 3 tahun 2013 dengan tak mudah. Kembali lagi, masalah keuangan memaksanya harus mencari uang dengan mengamen.
"Sejak SMP saya sudah mengamen untuk menambah biaya sekolah. Dulu itu di alun-alun, di kampung-kampung, mungkin di kampung Mbak juga," kenangnya sembari tertawa.
"Kenapa tidak ngamen di lampu merah Mas Agung?," tanya BBC.
Diluar dugaan dia tertawa keras. "Ngapain Mbak, di sana uangnya sedikit," celotehnya dan melanjutkan tertawa tanpa sungkan.
Agung remaja dulu adalah seorang pengamen. Setelah jeda dua tahun dia bekerja, mulai dari menjadi guru les privat, kuli serabutan, OB hingga tukang rosok. Kini, selain sedang menempuh semester satu Pendidikan Matematika di Kampus IKIP PGRI Bojonegoro, Agung muda telah tumbuh menjadi pemuda aktivis sosial yang aktif menggerakkan perpustakaan Keliling Gatda (Semangat Pemuda).
Perpustakaan (perpus) keliling Gatda tersebut dibangun Agung sendiri kemudian satu per satu temannya datang membantu. Perpus tersebut dikemas sangat menarik dengan sajian musik dan cerita boneka tangan dari Agung. Selama ini, buku-bukunya merupakan sumbangan teman, guru, dan masyarakat.
"Pernah waktu itu, saya posting di medsos, agar masyarakat membantu, tapi hasilnya nihil. Sampai kemudian saya pikir harus memulai dari saya sendiri. Akhirnya saya dimarahi ibu gara-gara membeli buku pakai uang yang seharusnya saya pakai kuliah," cerita Agung tentang awal mula mendirikan perpus Gatda.
Sebagaimana yang diikuti BBC Sabtu kemarin (17/10), seorang teman Facebook, Nita Irawati (20), telah mengirimi Agung pesan dan meminta Agung datang ke Desa Mejuwet Kecamatan Sumberrejo, untuk mengajak anak-anak setempat membaca dan belajar bersama.
Setelah sampai di lokasi, Nita mempersilahkan Agung dan BBC duduk beralaskan tikar di salah satu rumah, milik Mbah Rasinah, yang memang sudah sejak siang ditata sedemikian rupa untuk Agung menggelar lapak buku dan menunjukkan keahliannya bercerita.
Selang tidak begitu lama, masyarakat dan anak-anak mulai berdatangan. Disambut hangat jabat tangan anak-anak usia empat hingga sebelas tahun, Agung pun menyapa dan mengenalkan diri. Anak-anak duduk melingkar dan keceriaan pun menyelimuti mereka. Begitu buku-buku dikeluarkan dari tas, mereka pun menyerbu dan segera mencari tempat yang nyaman untuk membaca.
Sekitar 30 anak usia sekolah dasar tersebut mengerubuti Agung. Kemudian dengan ditemani dua boneka tangan, Agung mulai bercerita tentang adab makan dan minum yang baik. Sesekali tawa lepas anak-anak pedesaan itu menyentuh hati. BBC terus mengambil gambar dan sekedar mendokumentasikan aksi Agung.
Hingga pukul 17.30 WIB, suara azan maghrib membuat Agung membuyarkan pertunjukkannya. Setelah menutup dengan salam, ia berpesan kepada anak-anak agar mengikuti salat jamaah di mushola. Sungguh pribadi pemuda yang saleh di zaman yang gila seperti ini. Dan BBC pun mengikuti Agung dan anak-anak pergi ke mushola, yang lebih mirip sebuah surau.
Seusai salat maghrib berjamaah, anak-anak itu kembali berkumpul. Seolah masih haus akan ilmu dan hiburan dari seorang Agung, mereka kembali mengerubutinya. Agung pun merasa tersentuh, dan tergerak hati untuk memberikan satu lagi cerita, sebelum pamit.
Tidak terasa hari mulai gelap. Usai bercerita, Agung segera pamit pulang. Karena dia ada jadwal rutin lainnya, yakni harus mengikuti acara on mic stand up komedi komunitas Bojonegoro di EE Cafe, Jalan Ahmad Yani, Bojonegoro.
Dalam perjalanan pulang, pemuda itu lebih banyak diam. Dan saya mencoba membuka percakapan. "Bagaimana Mas awal mula motivasi membuka perpus keliling," tanya BBC memecah keheningan.
"Saya suka anak-anak, Mbak. Dan saya ingin mereka pintar, agar mereka bisa mendapat pendidikan dengan mudah, jangan seperti saya yang harus ngamen dulu," ujar Agung.
Ketika ditanya, apakah sudah pernah mengakses bantuan dana dari lembaga atau dinas pemerintah. Dia hanya menjawab, belum pernah karena tidak tahu bagaimana caranya.
"Saya belum tahu caranya Mbak. Sampai saat ini seluruhnya modal sendiri dan bantuan masyarakat, belum ada dari pemerintah," ucapnya seraya tersenyum. (lyn/tap)