BLH Awasi Penghijauan di Lokasi Pengeboran Blok Cepu
Kamis, 22 Oktober 2015 07:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
Kota – Sesuai ketentuan dalam analisis dampak lingkungan (Amdal) di lokasi proyek minyak dan gas bumi (migas) Banyu Urip Blok Cepu di Kecamatan Gayam disebutkan di dalam lokasi pengeboran minyak mentah itu harus dilakukan penanaman pohon atau tanaman lindung. Penanaman pohon itu bertujuan agar keseimbangan lingkungan terjaga dan ekosistem tidak terganggu.
Menurut Kepala Sub Bidang Pengawasan dan Kerusakan Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Bojonegoro, Suliana, operator migas Banyu Urip Blok Cepu yakni Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL) harus melakukan penanaman pohon seperti pohon kaliandra, kamelia, dan trembesi sekitar 1.260 pohon.
“Saat ini, pohon-pohon itu sudah ditanam. Tetapi selanjutnya kami akan memantau bagaimana perawatannya,” ujar Suliana.
Dia mengaku akan terus melakukan pengawasan wilayah penghijauan di dalam lokasi pengeboran minyak di Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu di sekitar Kecamatan Gayam. "Penghijauan di Blok Cepu harus dilakukan secara maksimal,” tegasnya.
Dia menjelaskan, apabila operator migas kurang memaksimalkan upaya penghijauan di lingkungannya, maka akan menyebabkan keseimbangan lingkungan atau ekosistem menjadi terganggu. Bahkan, ketersediaan oksigen (O2) dengan karbon dioksida (CO2) tidak seimbang.
Dampak pencemaran udara akibat aktivitas industri migas dapat berskala mikro dan makro. Pada skala mikro atau lokal, kata dia, pencemaran udara berdampak pada kesehatan manusia. Misalnya, udara yang tercemar gas karbon monoksida (CO).
"Jika dihirup seseorang akan menimbulkan keracunan, jika orang tersebut terlambat ditolong dapat mengakibatkan kematian," paparnya.
Dampak pencemaran udara berskala makro, misalnya fenomena hujan asam dalam skala regional. Sedangkan dalam skala global adalah efek rumah kaca dan penipisan lapisan ozon. Karbon dioksida (CO2) pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara, minyak, dan gas alam telah lama dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan manusia terhadap energi.
Namun, ketika bahan bakar minyak tersebut dibakar dan karbon dioksidanya dilepaskan ke udara maka akan menyebabkan keseimbangan lingkungan atau ekosistem menjadi terganggu.
“Kami akan mengecek kembali ke lokasi apakah sudah sesuai Amdal atau belum. Kalau belum, maka operator akan kami ingatkan kembali, karena ini sangat penting,” tandasnya.
Sementara itu menurut Muhammad Novianto, 28, warga Desa Mojodelik, Kecamatan Gayam, sejak ada proyek minyak dan gas bumi Banyu Urip Blok Cepu memang suhu udara di sekitar Gayam lebih terasa panas bila dibandingkan sebelumnya. Sebab, banyak pohon yang sebelumnya berada di lokasi proyek itu yang berubah menjadi bangunan dan fasilitas proyek migas.
Sementara itu, kata dia, di sisi lain juga saat ini ada pembakaran gas suar (flaring) di dalam lokasi proyek migas Banyu Urip. Pembakaran gas suar itu yang berjalan siang dan malam membuat suhu udara di sekitar Kecamatan Gayam semakin gerah dan panas. (rul/kik)