Pekerja Migas di Bojonegoro Rentan Terjangkit HIV/Aids
Jumat, 23 Oktober 2015 14:00 WIBOleh Mulyanto
Oleh Mulyanto
Kota – Penderita HIV/Aids atau biasa disebut ODHA (Orang dengan HIV/Aids) di Bojonegoro terus mengalami kenaikan. Apabila tidak segera ditangani dengan baik, apalagi Bojonegoro kini mengarah menjadi kota industri minyak dan gas bumi (migas), maka kasus HIV/Aids ini akan menjadi seperti bola salju. Terus membesar kasusnya dan tidak kelihatan, tetapi kemudian ditemukan sudah dalam keadaan kejadian luar biasa. Kota kecil yang menjadi kota industri dan perdagangan rentan terjadi penyebaran kasus HIV/Aids secara signifikan.
Berdasarkan data yang diungkap Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bojonegoro menyebutkan, temuan kasus HIV/Aids sejak Juli hingga September 2015 banyak ditemukan di wilayah timur Bojonegoro yakni di Kecamatan Balen dan Baureno. Total jumlah penderita HIV/Aids di Balen dan Baureno sebanyak 15 orang. Sedangkan, temuan kasus HIV/Aids di Kota Bojonegoro sebanyak 13 orang. Dan, temuan kasus HIV/Aids di Kecamatan Dander sebanyak 14 orang.
Jumlah penderita HIV/Aids di Bojonegoro terhitung sejak Januari sampai Juni 2015 sebanyak 64 orang. Kemudian, sejak Juli hingga September sebanyak 81 orang. Total jumlah penderita HIV/Aids di Bojonegoro tahun 2015 sebanyak 145 orang.
Menurut Kasi Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Bojonegoro, dr Wenny Diah, penyebaran kasus HIV/Aids di wilayah Bojonegoro juga rentan terus meningkat seiring adanya industrialisasi minyak dan gas bumi (migas) di Bojonegoro. Sebab, kata dia, kini banyak pekerja asing dan pekerja dari luar daerah yang masuk ke Bojonegoro dan bekerja di industri minyak dan gas bumi tersebut.
Seiring dengan menggeliatnya industri migas, tidak dimungkiri kini juga menjamur tempat hiburan malam, penginapan dan hotel di Bojonegoro dan sekitarnya seperti Cepu, Blora, Tuban, dan Lamongan.
Menurut Wenny Diah, mereka yang berisiko tinggi (Risti) terjangkit atau tertular HIV/Aids adalah pekerja yang mempunyai mobilitas tinggi dan jauh dari keluarga. Sebab, mereka biasanya membawa uang cukup banyak dan tinggal di penginapan atau hotel.
“Namun sampai saat ini Dinas Kesehatan belum melakukan penelitian atau mengukur sejauh mana dampak migas itu terhadap penyebaran penyakit HIV/Aids di Bojonegoro,” tuturnya pada BBC, sapaan BeritaBojonegoro.com, Jumat (23/10).
Namun, penularan atau penyebaran HIV/Aids hanya terjadi apabila terjadi hubungan seksual yang tidak aman, pertukaran jarum suntik sesama pemakai narkoba. Tetapi, apabila hanya bersalaman atau bersentuhan dengan penderita HIV/Aids itu tidak akan terjadi penularan.
Kasus HIV/Aids di Bojonegoro yang trennya terus naik ini perlu mendapatkan penanganan serius. Sebab, kasus HIV/Aids ini seperti fenomena gunung es. Yang tampak di permukaan lebih sedikit dibandingkan dengan kasus yang terjadi sesungguhnya.
Dinkes Bojonegoro ke depan juga sudah saatnya menyediakan klinik atau tempat rujukan yang memadai bagi penderita HIV/Aids tersebut. Sehingga, penderita HIV/Aids setiap saat bisa memeriksakan kondisi kesehatannya sekaligus melakukan konseling dan mendapatkan obat ARV (Anti Retroviral) yang diperlukan oleh penderita HIV/Aids tersebut. Bila tidak segera ditangani dengan serius, seiring dengan menjamurnya bisnis hiburan di sekitar ladang migas, maka penyebaran dan penularan HIV/Aids ini akan semakin mengkhawatirkan. Sudah saatnya Bojonegoro belajar dari penambangan emas di Papua. Kasus HIV/Aids juga banyak ditemukan di sekitar lokasi pengeboran emas di Papua tersebut. (mol/kik)
Foto ilustrasi www.merdeka.com