Tradisi Manganan di Pemandian Bektiharjo, Tuban, Tetap Digelar Tanpa Ada Hiburan Tayub
Rabu, 25 Agustus 2021 14:00 WIBOleh Ayu Fadillah
Tuban - Warga Desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, pada Rabu (25/08/2021), menggelar tradisi Manganan atau Sedekah Bumi, di kawasan Wisata Pemandian Bektiharjo, di desa setempat.
Setiap ada tradisi manganan di sendang atau pemandian Bektiharjo, biasanya selalu digelar dengan hiburan kesenian khas Tuban yaitu Sindir atau Tayub.
Namun, lantaran adanya pandemi COVID-19, sejak tahun lalu hingga tahun ini, dalam pelaksanaan tradisi manganan tersebut warga dilarang untuk menampilkan seni pertunjukan sindir atau tayub. Padahal menurut warga, pagelaran tayub dalam tradisi manganan merupakan tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu kala.
Juru Kunci Wisata Pemandian Bektiharjo, Hartono (68) mengatakan, acara manganan di pemandian desa setempat selalu digelar setiap tahun. Menurutnya, tradisi tersebut merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat atas nikmat yang sudah diberikan oleh Allah melalui sumber mata air dari Sendang atau Pemandian Bektiharjo.
"Biasanya selalu ada hiburan seni sindir atau tayub. Karena pandemi jadi tidak ada. Tapi kalau acara manganan tetap diadakan setiap tahun, gak pernah absen pokoknya," tutur Hartono.
Hartono menyampaikan, tradisi manganan tidak hanya diikuti warga Desa Bektiharjo saja, namun banyak juga warga Desa Prunggahan Wetan, Prunggahan Kulon, dan Desa Tegalagung yang ikut meramaikan manganan tersebut.
Tradisi manganan atau sedekah bumi, di kawasan Wisata Pemandian Bektiharjo, di Desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban. Rabu (25/08/2021) (foto: ayu/beritabojonegoro)
Menurutnya, warga desa sekita yang mengikuti manganan tersebut merupakan warga yang turut menggunakan sumber air dari Pemandian Bektiharjo.
"Semuanya menggantungkan air dari sini, baik digunakan untuk minum maupun pertanian," ucap Hartono.
Masih menurut Hartono bahwa dalam acara manganan tersebut selain memanjatkan doa, warga juga memberikan makan kepada ikan dan monyet yang ada di lokasi pemandian tersebut. Selain itu, warga juga memberikan bunga untuk ditaburkan ke makam-makam wali atau tokoh yang dikeramatkan yang dimakamkan di tempat tersebut.
Menurutnya, di tempat tersebut ada sejumlah makam wali, yaitu Syekh Abdur Rahman, Syekh Abdul Wahab dan Syekh Patih, serta ada makam dari penganut agama Hindu yaitu Ki Rekso.
"Mereka memanjatkan doa minta sama Allah, semoga warga yang menggunakan air di sini sehat, panjang umur, dan diberikan rezeki berlimpah," kata Hartono.
Dari pantauan awak media ini, beberapa warga yang selesai memanjatkan doa langsung melemparkan nasi ke sendang atau Pemandian Bektiharjo agar nasi tersebut dimakan oleh ikan yang ada di sendang tersebut. Kemudian warga juga memberikan nasi kepada monyet yang ada di sekitar lokasi wisata tersebut.
Salah seorang warga Desa Bektiharjo bernama Wartini (54) mengungkapkan, warga yang memberikan makan ikan dan monyet adalah bentuk rasa syukur karena sudah memakai air dari Pemandian Bektiharjo.
"Iya tadi memberikan makan monyet, kan mereka ada di sini ikut menjaga Pemandian Bektiharjo," tutur Wartini.
Saat ditanya terkait tidak adanya hiburan Tayub dalam tradisi manganan tersebut Wartini mengaku sebetulnya warga berharap kesenian tersebut dapat digelar, namun karena kondisi pandemi saat ini dirinya memaklumi dan harus tetap mengikuti aturan dari pemerintah.
"Ya kalau dulu-dulu selalu ada, sekarang gak boleh. Jadi kita mengikuti aturan pemerintah," kata Wartini.
Sekadar diketahui, destinasi wisata pemandian Bektiharjo merupakan destinasi legendaris di Kabupaten Tuban. Pemandian ini berjarak sekitar 5 kilometer dari Kota Tuban Airnya yang jernih serta tempatnya yang asri menjadikan Pemandian Bektiharjo sebagai destinasi yang cukup populer.
Selain sebagai sumber air minum, sumber mata air alami yang tidak pernah kering dari sendang atau pemandian Bektiharjo juga dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk pertanian.
Di dalam lokasi wisata tersebut selain ada kolam renang, pengunjung juga bisa bermain dengan kera yang banyak berkeliaran di lokasi wisata tersebut, karena namun kera-kera di lokasi tersebut sangat jinak. (ayu/imm)
Editor: Imam Nurcahyo
Publisher: Imam Nurcahyo