UU No. 22 tahun 2009, tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan
Tidak Semua Modifikasi Melanggar Aturan
Rabu, 09 Desember 2015 22:00 WIBOleh Linda Estiyanti
Oleh Linda Estiyanti
Beberapa hari terakhir, dunia otomotif Indonesia, termasuk juga di Bojonegoro, gaduh terkait adanya pemberlakuan pasal 277 juncto pasal 316 (2) UU No. 22 tahun 2009, tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
Kegaduhan tersebut disampaikan melalui komentar dan protes di media sosial, utamanya facebook, terkait ancaman pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta, jika kedapatan melanggar pasal tersebut. Terlebih lagi bahwa dalam pasal 316 (2), disebutkan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 277, dikategorikan sebagai kejahatan.
Tanpa melihat substansi dari pasal-pasal tersebut, banyak bikers penggemar modifikasi yang memberikan tanggapan berlebihan atas peraturan ini, selain itu diperparah juga dengan munculnya tulisan dibeberapa media dan media sosial, yang mencantumkan judul, misalnya seperti, "Memodifikasi Kendaraan Dikategorikan Kejahatan", "Modifikasi Kendaraan Diancam Pidana Penjara 1 Tahun atau Denda 24 Juta Rupiah", dan lain-lain.
Padahal kalau kita membaca dan mencermati bunyi pasal-pasal dalam undang-undang tersebut, tidak semua jenis modifikasi kendaraan bermotor dikategorikan melanggar aturan dan dianggap sebagai tindak pidana atau kejahatan.
Untuk mengetahui lebih jelas, berikut ini bunyi pasal 277 dan pasal 316 (2), UU No. 22 tahun 2009, tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 277 :
Setiap orang yang memasukkan Kendaraan Bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelandan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 316
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273, Pasal 275 ayat (2), Pasal 277, Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 312 adalah kejahatan.
Jadi, tidak semua jenis modifikasi kendaraan bermotor dikategorikan melanggar aturan dan dianggap sebagai tindak pidana atau kejahatan.
Modifikasi yang dimaksud melanggar adalah memodifikasi yang dilakukan secara ekstrim sehingga merubah tipe berupa dimensi, mesin dan kemampuan atau daya angkut.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Satuan Lalu lintas Polres Bojonegoro, AKP Anggi Saputra Ibrahhim, SH MH SIK, kepada wartawan BBC (beritabojonegoro.com) menjelaskan beberapa hal terkait moodifikasi kendaraan bermotor.
Hal utama yang perlu diperhatikan para modifikator, ketika hendak melakukan modifikasi antara lain, 1. Dimensi Kendaraan; 2. Mesin; 3. Power Kendaraan; 4. Ban; 5. Lampu Tambahan; 6. Knalpot Harus Standart dan 7. Warna.
Persyaratan teknis sebagaimana tersebut diatas, di atur dalam PP No. 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
"Kendaraan yang dimodifikasi sehingga menyebabkan perubahan tipe berupa dimensi, mesin dan kemampuan, daya angkut, wajib dilakukan uji tipe untuk memperoleh sertifikat", jelas Anggi.
Lebih lanjut Anggi Saputra menjelaskan bahwa, jika ada kendaraan yang akan dimodifikasi yang nantinya menyebabkan perubahan tipe berupa dimensi, mesin dan kemampuan atau daya angkut, maka :
- Modifikasi hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Agen Pemegang Merk (APM) kendaraan tersebut.
- Modifikasi wajib dilakukan oleh bengkel umum kendaraan bermotor yang ditunjuk oleh Kementrian Perindustrian.
- Kendaraan bermotor yang telah dimodifikasi wajib didaftarkan kepada Kesatuan Polri pelaksana registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor pada Kantor Samsat untuk memperoleh STNK baru yang sesuai dengan perubahan kendaraan bermotor dimaksud.
Masih menurut Anggi, UU No. 22 tahun 2009, tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan ini, bukanlah aturan baru. Sudah diundangkan sejak tahun 2009 dan efetif berlaku mulai tahun 2010. Seharusnya semua pengendara yang telah memiliki SIM sudah tahu dan paham tentang aturan ini.
Yang terakhir, Anggi menjelaskan bahwa aturan pada UU No. 22 tahun 2009, tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan tersebut dibuat demi keamanan, kelancaran, ketertiban dan keselamatan sesama pengguna jalan. (lyn/moha)