Direktur PT BBS Diganti, Kinerja Diharapkan Lebih Produktif
Rabu, 30 Desember 2015 08:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
Kota – Direktur utama PT Bojonegoro Bangun Sarana (BBS), salah satu badan usaha milik daerah (BUMD) yang bergerak di bidang usaha minyak dan gas bumi (migas), diganti dari direktur yang lama Dedy Afidick ke direktur baru, Eddy Fritz. Pergantian posisi direktur utama itu diharapkan dapat menyelamatkan badan usaha daerah yang dinilai tidak produktif.
Dedy Afidick sebelumnya merupakan pimpinan Mobil Cepu Limited (MCL) anak perusahaan Exxon Mobil Corporation asal Amerika Serikat yang mengelola lapangan migas Banyu Urip Blok Cepu di Bojonegoro. Sementara penggantinya, Eddy Fritz merupakan mantan general manajer Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java (JOB PPEJ) yang mengelola lapangan migas Sukowati di Bojonegoro.
"Sebagai perusahaan masih akan diselamatkan. Salah satu solusinya kita angkat Dirut baru Pak Eddy Fritz mantan GM JOB PPEJ yang hasil penulusuran kami Insyaallah akan membawa lebih baik," ujar Bupati Bojonegoro Suyoto.
Pemilihan Eddy Fritz tersebut setelah pihak Pemkab Bojonegoro melakukan identifikasi beberapa nama untuk dibuat prioritas. "Setelah itu kita fit proper tes, kita yakinkan supaya mau. Setelah bersedia, dikukuhkan dalam RUPS. Jadi mekanismenya adalah mekanisme berburu bukan lelang terbuka yang membuka lamaran," ujarnya.
Kang Yoto, sapaan Suyoto menjelaskan, dipilihnya Eddy Fritz ini karena yang bersangkutan memiliki kompetensi, integritas, jaringan dan pengalaman. "Satu lagi sewaktu-waktu dapat dievaluasi bila tidak mencapai kinerjanya," tambahnya.
Seperti diketahui, Pemkab Bojonegoro menilai jika selama satu tahun ini PT BBS tidak memiliki visi bisnis. Sehingga menyebabkan tidak ada lagi pemasukan unggulan selain dari industri minyak dan gas bumi. "Selain migas, ya tidak ada lagi pemasukan unggulan," kata Kepala Dinas Pendapatan Pemkab Bojonegoro, Herry Sudjarwo.
Salah satu contoh bisnis yang seharusnya bisa mendongkrak pendapatan daerah namun gagal direalisasi adalah proyek fasilitas gas suar bakar (gas flare) dari Lapangan Sukowati. Berkali-kali Dispenda mengingatkan manajemen PT BBS untuk melakukan studi banding di Bekasi yang sukses menjalankan bisnis ini. "Tapi tampaknya tidak diindahkan," katanya.
Padahal, jika belajar dari Bekasi yang hanya bermodalkan Rp9 miliar, setiap tahunnya mampu menghasilkan pendapatan sebesar Rp36 miliar. Sementara, modal yang disuntikkan kepada PT BBS mencapai Rp 20 miliar per tahun.
Data di Dispenda Pemkab Bojonegoro menyebutkan, realisasi pendapatan PT BBS tiga tahun terakhir antara lain 2013 Rp811.010.082 dari target Rp3.450.000.000, 2014 senilai Rp4.636.256.706, dari target yang sama. Dan di tahun 2015 senilai Rp500.000.000 dari target Rp2.990.400.000. (rul/kik)