Tiga Petani Dilaporkan Menyerobot Tanah yang Telah Digarap Puluhan Tahun
Minggu, 12 Juni 2016 15:00 WIBOleh Heriyanto
Oleh Heriyanto
Tuban - Wajah tiga petani asal Desa Temaji, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban terlihat muram. Mereka mengaku tak tahu harus minta tolong kepada siapa, terkait tudingan penyerobotan tanah atas laporan Sudarno kepada polisi sesuai surat panggilan kepolisian tanggal 7 Juni 2016.
Bukannya anggota legislatif selaku wakil rakyat atau pihak Pemerintahan Kabupaten Tuban untuk mengadukan masalah mereka. Ketiga orang yang masih memiliki hubungan keluarga itu malah melaporkan kepada awak media.
Sabtu (11/6) sekitar pukul 10.00, mereka datang ke Balai Wartawan di Jalan Pramuka didampingi dua anggota keluarganya yang lain. Mereka mengadukan dan minta bantuan secara hukum untuk menghadapi tudingan Sudarno yang mengklaim telah menyertifikatkan lahan yang digarap para petani.
Karena tidak memiliki kapasitas pendampingan, awak media menyarankan kepada mereka agar mengadu kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya. Sekadar diketahui, LBH seringkali memberikan bantuan hukum warga yang teraniaya.
Ketiga petani yang sudah belasan hingga puluhan tahun menggarap lahan sengketa itu adalah Somin (65), Kusnan (45), dan Warjo (41). Ketiganya akan diperiksa penyidik Unit IV sebagai saksi penyerobotan tanah pada hari ini, Minggu (12/6) pukul 10.00.
“Terus terang kami takut dilaporkan polisi. Baru kali ini kami berurusan dengan polisi,” aku Warjo kepada awak media.
Sebelum dilaporkan polisi, jauh hari tepatnya tanggal 21 Juli 2015, Warjo, Somin, dan Kusnan pernah dipanggil oleh perangkat Desa Temaji bernama Rohly. Waktu itu, Rohly memfasilitasi pengklaim tanah tersebut memberikan pernyataan pencabutan hak garap oleh petani dan memberikan tali asih.
Namun, tiga petani itu beserta sekitar puluhan petani lainnya menolaknya. Mereka merasa heran, tanah sekitar 5 hektar yang digarap puluhan orang tiba-tiba telah disertifikatkan atas nama satu orang.
Warjo menggarap sekitar 200 meter per segi, Kusnan sekitar 200 meter persegi, dan Somin sekitar 300 meter per segi. Mereka mengerjakan lahan padi tersebut melanjutkan para orang tuanya yang telah meninggal dunia dan sebelumnya menjadi petani.
Meski telah ditolak para petani, pada tanggal 29 April 2016, Kepala Desa Temaji, Eko Setyo Cahyono masih memfasilitasi pengklaim pemilik lahan untuk bertemu warga. Pihak desa mengirimkan undangan kepada para petani yang dituding menyerobot tanah.
Ironisnya, pada pertemuan kedua, tanpa banyak bicara, pihak pengklaim lahan langsung menyodorkan lembaran kertas agar para petani membubuhkan tanda tangan tidak lagi menggarap lahan.
Pengklaim lahan juga memberikan uang sebesar Rp 500.000. Lagi-lagi, upaya pengklaim untuk merebut lahan itu ditolak oleh ketiga petani ini. Tapi, sebagian petani lainnya menerima uang tersebut.
“Kami menolak pemberian itu. Kalau tanah ini diambil, saya jadi nganggur, mau kerja apa lagi?” terang Somin.
Menurut Warjo dan Somin, lahan yang digarap petani itu dinilai strategis sebab berada di akses jalan menuju pabrik Semen Indonesia. Setiap hari, ribuan warga maupun karyawan pabrik Semen Indonesia melewati jalan tersebut.
Kasat Reskrim Polres Tuban, AKP Suharta membenarkan tiga orang tersebut akan diperiksa atas laporan dugaan penyerobotan lahan. Pemeriksaan awal, penyidik akan mengklarifikasi sejarah penggunaan lahan oelh petani.
“Kami ingin tahu, ceritanya lahan itu bagaimana. Kami juga akan memeriksa pihak BPN dan desa. Nanti setelah informasi terkumpul semua, baru disimpulkan,” terang Suharta sembari membenarkan pelapor telah memiliki sertifikat lahan.
“Tapi kami belum tahu, kepemilikannya (sertifikat) darimana?” tambah mantan kapolsek Bubulan, Bojonegoro ini. (her/kik)
Ilustrasi amperamedia.wordpress.com