Menghindari Kutukan Sumber Daya Alam
Sabtu, 09 Juli 2016 11:00 WIBOleh Heriyanto
Oleh Heriyanto
Kota – Rencana pembentukan dana abadi minyak dan gas bumi bukan hanya diperjuangkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, namun juga oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat seperti Bojonegoro Institute dan NRGI.
Dana abadi migas diharapkan bisa menjadi jaminan agar generasi di Bojonegoro di masa mendatang ikut menerima manfaat dari keberadaan industri migas saat ini. Dana abadi migas itu juga dinilai sebagai solusi agar penguasa di Bojonegoro pada masa kejayaan industri migas tidak menghamburkan uang dan memikirkan generasi masa mendatang.
Namun, dana abadi migas itu juga mendapatkan banyak kritikan dari sejumlah kelompok masyarakat. Salah satu pertimbangannya yakni dana migas yang cukup besar sebaiknya digunakan untuk pembangunan infrastruktur di Bojonegoro. Sebab, mereka menilai masih banyak jalan, jembatan, sekolah dan lainnya yang kondisinya rusak dan perlu perbaikan.
Menurut Direktur Bojonegoro Institute, AW Syaiful Huda, dana abadi migas ini sudah diterapkan di sejumlah negara penghasil minyak seperti Kuwait sejak tahun 1953, Abu Dhabi sejak tahun 1974, Alaska (AS) sejak 1976. Di kawasan Asia Tenggara, praktek tersebut diprakarsai oleh Malaysia pada 1988 dan Timor Leste (2005). Dalam perkembangannya, kata dia, dana abadi migas memiliki banyak nama atau istilah. Ada yang menyebutnya dengan nama Petroleum Fund, Trust Fund, Sovereign Wealth Fund, Endowment Fund, dan masih banyak lagi sebutan sejenis.
Dana abadi migas, kata dia, merupakan kebijakan untuk menyisihkan sebagian dari pendapatan negara atau daerah yang berasal dari sektor migas untuk tujuan menjamin keberlanjutan pembangunan yang bersifat jangka panjang. Anggaran hasil penyisihan itu bisa dipakai untuk stabilisasi fiskal, tabungan bagi generasi mendatang, atau bertujuan untuk menghindarkan dari kutukan sumber daya alam.
Menurutnya, dana abadi migas memang hanya diperuntukkan untuk peningkatan sumber daya manusia. Ada beberapa pertimbangan sehingga menjatuhkan pilihan untuk peningkatan sumber daya manusia. Pertama,dalam beberapa tahun belakangan ini alokasi APBD untuk infrastruktur cukup besar. Kedua, sudah adanya kebijakan 12,5 persen DBH migas disalurkan ke desa-desa melalui kebijakan alokasi dana desa migas. Ditambah lagi adanya dana transfer dari APBN ke desa-desa yang nilainya cukup besar.
Menurut Awe, sapaannya, pengelolaan dua penerimaan pendapatan ini pada umumnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Ketiga, peningkatan sumber daya manusia di bidang pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya akan berpengaruh pada peningkatan kualitas hidup masyarakat Bojonegoro.
“Dana abadi migas ini paling tepat untuk peningkatan SDM,” ujar Awe.
Sementara itu menurut Kepala Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah (BKKD) Kabupaten Bojonegoro, Ibnu Suyuthi, Pemkab Bojonegoro diperkirakan bakal menerima dana bagi hasil minyak dan gas bumi (DBH Migas) pada tahun 2016 sebesar Rp800 miliar. Itu dengan asumsi harga minyak mentah dunia di kisaran 50 dolar per barel.
Harga minyak mentah dunia saat ini rendah. Padahal, perkiraan sebelumnya apabila harga minyak mentah seperti pada tahun 2014 yakni di kisaran 100 dolar per barel, maka penerimaan DBH Migas yang diterima Bojonegoro pada tahun 2016 bisa mencapai Rp1,2 triliun.
“Nanti dari DBH Migas itu dana yang disisihkan untuk disimpan dalam dana abadi migas sekitar Rp100 miliar,” ujarnya. (her/kik)