Masterplan Pembangunan Sumur Tua Harus Melihat Tiga Aspek
Kamis, 03 September 2015 20:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
Bojonegoro - Telah menjadi maklum bahwa penambangan minyak di kawasan sumur tua menyimpan masalah yang sangat kompleks. Seperti kerusakan lingkungan hutan, pencemaran limbah B3, keselamatan kerja dan lain-lain.
Ada banyak faktor penyebab persoalan kawasan sumur tua ini menjadi makin akut. Pertama, Pertamina sebagai pemilik wilayah kerja (WK) tidak pernah membina secara serius terhadap mitra maupun penambang langsung. Baik itu pembinaan tentang mekanisme penambangan yang baik dan tidak menyalahi regulasi yang ada.
Kedua, persoalan upah jasa angkat angkut dianggap belum layak. Di satu sisi, kebutuhan sehari-hari masyarakat makin meningkat. Sehingga masyarakat lebih memilih menjual ke pasar ilegal daripada ke Pertamina. Sebab itulah, Bojonegoro Institut (BI) memandang perlu masterplan matang yang meliputi tiga aspek.
"Masterplan pembangunan kawasan sumur tua harus meliputi tiga hal. Yaitu ekonomi, lingkungan dan pariwisata," ungkap Direktur BI, AW Saiful Huda.
Pria yang akrab disapa Awe itu menambahkan keterangannya bahwa masterplan ekonomi meliputi pemberian upah yang layak kepada penambang. Baik pertamina maupun pihak yang digandeng, misal menggandeng BUMD/ BUMDes/ KUD harus ikut menumbuhkan sektor usaha produktif masyarakat lokal.
Salah satu yang bisa ditempuh, lanjut Awe, di antaranya dengan mengoptimalkan anggaran tanggungjawab sosial/ CSR-nya. CSR dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur penopang perekonomian warga, reklamasi atau perbaikan lingkungan. Pengelolaan CSR harus transparan, target atau sasaran dan output (keluaran) yang jelas dan terukur.
Di bidang lingkungan meliputi pembinaan mengenai analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), pengolahan limbah dan lainnya. Pembinaan di sini bukan hanya bersifat menggugurkan kewajiban saja. Tapi juga intens melakukan dialog dan pendampingan ke penambang.
Sementara dari segi potensi wisata, kawasan sumur tua diharapkan jadi ikon wisata pertambangan tradisional. Tentunya untuk mewujudkannya itu membutuhkan waktu, mulai menata keamanan dan lingkungan agar nyaman dan aman bagi wisatawan.
“Sebagai suatu masterplan, maka kerangkanya harus benar-benar matang,” ujarnya.
Misalnya periodesasi capaian target dalam kurun lima sampai sepuluh tahun. Kegiatan, program dan strateginya juga dijelaskan. Tidak kalah pentingnya adalah kesepahaman antar stakeholder seperti Pertamina, pemerintah dan masyarakat. Tidak lupa yang paling utama adalah para penambang sendiri. (rul/moha)