Menyoal Iklim Investasi Hulu Migas Indonesia
Kamis, 01 September 2016 07:00 WIBOleh Imam Nurcahyo *)
*Oleh Imam Nurcahyo
INDONESIA perlu segera membenahi iklim investasi pada industri hulu minyak dan gas bumi (migas). Tanpa langkah serius untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, kemandirian energi bisa terganggu.
Kepala Humas SKK Migas, Taslim Z. Yunus mengatakan, iklim investasi yang tidak ramah di sektor hulu migas terlihat dari kurangnya penemuan cadangan baru yang signifikan. Padahal, tanpa adanya penemuan cadangan baru dalam skala besar, Indonesia dibayangi gangguan kemandirian energi.
Saat ini, kebutuhan minyak mentah Indonesia mencapai 1,4 juta barel per hari sedangkan produksi nasional hanya sekitar 800.000 barel per hari. Meskipun produksi gas meningkat, namun jika pengembangan beberapa proyek besar tertunda, produksi gas Indonesia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama pada sektor kelistrikan. “Cadangan migas kita tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam jangka panjang,” ujar Taslim.
Infografis: Investasi pada Industri Hulu Migas (dalam US$ miliar)
Iklim investasi yang kurang kondusif juga terlihat dari rendahnya minat investor mengikuti lelang wilayah kerja (WK) migas yang dilakukan pemerintah setiap tahun. Penawaran 8 WK migas di 2015 tidak berhasil menetapkan pemenang. Lelang yang tidak laku menunjukkan Indonesia kurang atraktif bagi investor.
Indikator lain terlihat dari lamanya jeda waktu antara penemuan cadangan sampai dengan produksi. Dari tahun ke tahun, jeda waktu antara penemuan cadangan dengan produksi semakin lama, yakni antara 8-26 tahun. “Sebagai contoh, Blok Cepu ditemukan pada 2001, namun puncak produksi baru pada 2016,” kata Taslim.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa kontraktor yang sedang dalam tahap eksplorasi menghadapi hambatan investasi. Isu ini harus segera diatasi mengingat dari 289 WK yang ada di Indonesia saat ini, baru 67 WK yang sudah mulai berproduksi. “Disinsentif investasi harus segera dihilangkan agar makin banyak WK eksplorasi yang beralih status menjadi WK produksi,” ujar Taslim.
Indonesian Petroleum Association (IPA) dalam beberapa kesempatan telah meminta pemerintah agar mulai memberikan insentif eksplorasi dan menghapus hambatan investasi. Insentif dan penghapusan yang diminta antara lain penghapusan pemajakan tidak langsung pada tahap eksplorasi, insentif fiskal yang bersaing secara global, penyederhanaan perizinan, serta koordinasi antar lembaga dan kementerian yang lebih baik. (*/inc)
Keterangan gambar: Maleo Field Mobile Offshore Production Unit (MOPU) - Madura Strait