Penjualan Terus Merosot, Pengrajin Besek Resah
Minggu, 13 September 2015 21:00 WIBOleh Ahmad Bukhori
Oleh Ahmad Bukhori
Baureno - Sejumlah pengrajin anyaman bambu untuk wadah tembakau rajangan, seperti besek dan widik, di Desa Tulungagung, Kecamatan Baureno, mengeluhkan terus merosotnya jumlah penjualan. Pengrajin mengaku rugi, karena stok barang makin menumpuk. Sementara harga bahan baku dan tenaga kerja mulai naik.
Salah satu pengrajin, Abdul Ladi (40), warga RT 04 RW 01 Dusun Njagir, Desa Tulungagung, Kecamatan Baureno, menuturkan, petani tembakau dari tahun ke tahun semakin berkurang jumlahnya. Sebab itu, penjualan wadah tembakau rajangan, seperti besek dan widik, kini terus merosot.
"Kalau dulu itu tiap musim tembakau seperti sekarang ini, saya dapat menjual lebih 300 lembar widik. Tapi saat ini baru terjual 150 widik. Padahal musim tembakau sudah akan berakhir," terang pria yang akrab dipanggil Ladi itu, kepada BeritaBojonegoro.com, Minggu (13/09).
Ladi, yang sudah puluhan tahun menekuni usaha sebagai pengrajin wadah tembakau rajangan ini menjelaskan, untuk membuat wadah tembakau itu harus membeli bambu dengan harga Rp 10.000 sampai Rp 15.000 per lonjor.
"Untuk harga bambu relatif stabil, tidak ada kenaikan atau penurunan. Karena itu saya menjual widik tetap seharga Rp 7.000 per lembar dan besek seharga Rp 20.000 perbiji," terangnya.
Pengrajin lainnya, Suparjo (41), menerangkan, saat ini di rumahnya masih ada 100 lembar widik yang belum terjual. Biasanya, dia menjual widik dan besek kepada sejumlah perajang rumahan dan gudang di wilayah Bojonegoro. "Saya berharap, di akhir musim tembakau ini ada perajang dan gudang tembakau yang mau membeli," pungkasnya. (ori/tap)
*) Foto pengrajin besek