Menikah Siri, Mau Enggak Ya?
Sabtu, 17 Oktober 2015 09:00 WIBOleh Sholikhin Jamik *)
*Oleh Sholikhin Jamik
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tertulis pada bab satu mengenai dasar perkawinan pasal 2 ayat 2 disebutkan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sekarang ini banyak kita jumpai pasangan yang lebih memilih untuk melakukan menikah siri atau menikah di bawah tangan terutama untuk kalangan kelas menengah ke bawah. Hal tersebut dipengaruhi dengan keterbatasan pengetahuan mengenai hukum, akibat yang akan ditimbulkan serta masalah biaya.
Sedangkan untuk kalangan menengah ke atas mandalilkan takut akan dosa dan zina serta masih banyak alasan yang lain. Contoh yang paling santer saat ini adalah pernikahan siri yang dilakukan oleh salah satu artis dangdut kita, walaupun masih banyak artis atau masyarakat kita yang melakukan hal tersebut.
Menikah siri yaitu pernikahan yang dilakukan oleh wali pihak perempuan dengan seorang laki-laki dan disaksikan oleh dua orang saksi, tetapi tidak dilaporkan atau tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA). Kata siri berasal dari bahasa Arab yaitu sirri atau sir yang berarti rahasia. Keberadaan nikah siri dikatakan sah secara norma agama tapi tidak sah menurut norma hukum, karena pernikahan tidak dicatat di Kantor Urusan Agama.
Istilah menikah siri atau menikah yang dirahasiakan memang sudah dikenal di kalangan para ulama. Hanya saja menikah sirri yang dikenal pada masa dahulu berbeda pengertiannya dengan menikah siri pada saat ini. Dahulu yang dimaksud dengan menikah siri yaitu pernikahan sesuai dengan rukun-rukun perkawinan dan syaratnya menurut syari’at, hanya saja saksi diminta tidak memberitahukan terjadinya pernikahan tersebut kepada khalayak ramai, kepada masyarakat, dan dengan sendirinya tidak ada walimatul-’ursy. Adapun menikah siri yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sekarang ini adalah pernikahan yang dilakukan oleh wali atau wakil wali dan disaksikan oleh para saksi, tetapi tidak dilakukan di hadapan Petugas Pencatat Nikah sebagai aparat resmi pemerintah atau tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam atau di Kantor Catatan Sipil bagi yang tidak beragama Islam. artinya menikah siri secara etimologi berarti menikah yang tidak dicatat oleh negara ( dalam hukum positif Indonesia).
Jadi yang dimaksud menikah siri adalah syarat rukun menikah menurut syariat Islam seperti 1 calon mempelai, 2 wali, 3 ada dua saksi, 4 maskawin, 5 ijab-kabul, semua terpenuhi, tapi tidak di catatkan ke Pegawai Pencatat Nikah (PPN), maka kalau ada pernikahan walaupun tidak di cacatkan tapi syarat rukunnya pernikahan menurut hukum Islam tidak terpenui sebagaimana tersebut diatas, bukan disebut sebagai kawin sirri.
Karena syarat sahnya suatu pernikahan adalah dengan adanya wali dan dua orang saksi, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya,”Tidak sah nikah seseorang kecuali dengan dihadiri wali dan dua orang saksi yang adil”.
Sekarang ini ada sebuah kesalahan pemahaman pada masyarakat. Masyarakat seringkali membenarkan perbuatan nikah sirinya dengan dalih bahwa pada zaman Rasulullah SAW pernikahan tidak dicatatkan. Adalah tidak benar pada masa Rasul nikah tidak dicatatkan. Pencatatan pernikahan pada zaman Rasul memang bukan dengan ditulis, tapi dengan memori kolektif. Setiap ada pernikahan, akan diiklankan atau diberitahukan melalui walimahan, sehingga banyak orang berdatangan dan mengingat peristiwa itu. Itulah cara pencatatannya. Karena bagaimana akan ditulis padahal zaman itu belum dikenal tulisan.
Oleh karena itu untuk kaum hawa yang akan atau pun belum melakukan nikah siri sebaiknya berpikir dahulu karena akan merugikan diri sendiri. Bagaimana pun suatu perkawinan akan lebih sempurna jika di legalkan secara hukum agama dan hukum negara.
Penulis pegawai Pengadilan Agama Kabupaten Bojonegoro
Ilustrasi riaucitizen.com