Pohon Pisang
Rabu, 11 Juli 2018 09:00 WIBOleh Dr Hj Sri Minarti, M.Pd.I
Oleh Dr Hj Sri Minarti, M.Pd.I
Sore kemarin aku dibuat terkesima oleh kehebatan seorang nenek yang sudah berusia, masih energik yang mampu menghantarkan putra-putrinya pada kesuksesan (semua anaknya berkecukupan materi, dermawan, taat pada orangtua, dan penyeru kebaikan).
Keempat anaknya berada di luar kota, beliau hidup seorang diri (usia kira-kira 73 tahun, ada bonus usia dari Allah melebihi usia Nabi Muhammad 63 tahun).
Dengan usia tersebut beliau masih aktif di sawah setiap pagi.
Pertanyaanku, Mbah? Nopo resepe kersane saget sukses ndidik putro kados panjenengan? (apa rumusnya agar berhasil mendidik anak anak seperti Mbah?).
Beliau menjawab dengan jawaban selevel seorang bergelar doktor, padahal beliau tidak sampai lulus SD. Pada intinya, kata dia, anak sejak kecil diberi cinta kasih yang cukup dan dididik kemandirian serta selalu didoakan.
Cinta kasih itu tidak berarti memanjakan, lihatlah pohon pisang itu, (saya diminta melihat tanaman pohon pisang di pelataran rumahnya), pohon pisang yang tunasnya dipisah dengan induknya dan yang tidak dipisah, apa bedanya.
Kuperhatikan baik baik, ternyata tunas pohon pisang dipisah dengan induknya, berkembang menjadi pohon pisang yang buah dan batangnya lebih besar, lebih kuat sementara tunas pohon pisang yang masih menyatu dengan induknya (bergerombol) daunnya rimbun tapi buahnya kecil.
Artinya apa, bila pendidikan yang ditanamkan dengan kemandirian akan menghasilkan generasi kuat dan berhasil, memberi kepercayaan kepada anak untuk menyelesaikan permasalahan sebagai salah satu cara melatih kemandirian.
Anak sejak kecil sudah dibiasakan makan dan mencuci piringnya sendiri, tidur di kamar yang berbeda dengan orangtua, mengelola uang saku sendiri dan lainnya.
Anak diajari tentang perputaran roda kehidupan, bila tidak ingin di bawah atau gagal berarti harus merasakan susahnya belajar agar tidak menjadi manusia yang lemah karena ketidaksanggupan menanggung beban kehidupan.
Mengatakan pada anak-anak, aku cinta dan sayang kalian, karena itu pergi dan belajarlah dengan sungguh sungguh, (orangtuamu ini tidak selamanya dapat mendampingimu) bukalah wawasan dan cakrawala berpikir (seperti pohon pisang yang dipisah dengan induknya agar bisa berkembang) untuk siap menjadi kholifah fil ard (pemimpin di muka bumi).
Itulah sebenarnya inti pendidikan karakter.
Ya Allah ampunilah kekhilafan kami, Aamiin
Semoga bermanfaat
Purwosari, 11 Juli 2018. (*/kik)