Jangan Jadi Bangsa Kepiting!!!
Kamis, 22 November 2018 10:00 WIBOleh Kang Yoto
Oleh Kang Yoto
Alkisah seorang petani baru saja pulang dari ladang membawa kepiting pulang. Begitu sampai di rumah langsung dicuci hidup hidup dan dimasukkan baskom dengan air. Api tungku dinyalakan, air menghangat. Kepiting menari nari kehangatan. Makin lama suhu air makin panas. Kepiting sadar ancamannya ia berlomba ingin keluar. Satu persatu berusaha merangkak naik. Sayang selalu terjatuh dan kembali. Selain karena licin, para kepiting itu berebut naik. Setiap ada yang tampak berhasil yang lain menariknya kembali. Dari atas kepiting itu tampak sangat sibuk: sibuk berebut naik, dan sibuk menarik kembali kawannya!
Ujung ceritanya dapat ditebak: air semakin mendidih, tak ada satupun kepiting selamat! Kepiting jadi santapan.
Siapa kita?
Apakah kita termasuk kerumunan, kelompok atau bangsa kepiting? Lebih suka pesimis, negatif, hanya melihat sisi gelap dan gemar menghambat usaha. Lalu saat sadar kita tetap di tempat dan yang lain bergerak maju kita sibuk saling salahkan!
Mari nyalakan cahaya, meskipun hanya sebatang lilin. Hidup sesaat dan sekali tapi berarti.
Jakarta, 22 Nop 2018. (*/imm)
Ilustrasi: be positive (foto pixabay)