Opini
Selamatkan Orang Utan dari Kepunahan
Minggu, 15 Desember 2019 08:00 WIBOleh Febri Melania Damanik Editor Imam Nurcahyo
ORANG UTAN, nama lainnya adalah mawas, adalah sejenis kera besar dengan lengan panjang dan berbulu merah kecokelat-cokelatan, tidak berekor, hidup dari buah-buahan, daun, dan kuncup, hidup di hutan hujan tropika Indonesia dan Malaysia, khususnya di Pulau Kalimantan (spesies pongo pygmaeus) dan Sumatera (spesies pongo abelii).
Populasi orang utan kian hari kian berkurang, bahkan dalam 20 tahun terakhir populasi orang utan Kalimantan telah berkurang hingga 55 persen. Orang utan Sumatera masuk dalam kategori sangat terancam punah karena populasinya tinggal 7,5 ribu individu di alam. Sementara orang utan Kalimantan masuk dalam kategori terancam punah dan tersisa 57 ribu individu. Jika populasi orang utan semakin berkurang, tidak mustahil suatu saat nanti orang utan akan punah.
Beberapa penyebab berkurangnya populasi orang utan di antaranya adalah praktik perburuan dan pembalakan liar, alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, perubahan iklim, dan kebakaran hutan.
World Wildlife Fund for Nature (WWF) atau organisasi internasional non-pemerintah yang menangani masalah-masalah tentang konservasi, penelitian dan restorasi lingkungan, pada 2004 melaporkan, orang utan di Kalimantan jumlahnya diperkirakan 104,7 ribu ekor yang menghuni kawasan seluas 155 ribu kilometer persegi. Hal ini merupakan penurunan, dari estimasi 288,5 ribu ekor pada 1973. Diperkirakan, jumlahnya akan menurun lagi menjadi 47 ribu ekor pada 2025.
Istilah 'orang utan' diambil dari kata dalam Bahasa Melayu, yaitu 'orang' yang berarti manusia dan 'utan' yang berarti hutan. Orang utan mencakup dua sub-spesies, yaitu orang utan sumatera (pongo abelii) dan orang utan kalimantan atau borneo (pongo pygmaeus). Yang unik adalah orang utan memiliki kekerabatan dekat dengan manusia pada tingkat kingdom animalia, di mana orang utan memiliki tingkat kesamaan DNA sebesar 96.4 persen
Ciri-ciri orang utan ialah mereka memiliki tubuh yang gemuk dan besar, berleher besar, lengan yang panjang dan kuat, kaki yang pendek dan tertunduk, dan tidak mempunyai ekor, tinggi sekitar 1,25 hingga 1,5 meter, memiliki tubuh yang diselimuti rambut merah kecoklatan, mempunyai kepala yang besar dengan posisi mulut yang tinggi. Saat mencapai tingkat kematangan seksual, orang utan jantan memiliki pelipis yang gemuk pada kedua sisi, ubun-ubun yang besar, rambut menjadi panjang dan tumbuh janggut disekitar wajah.
Selain itu orang utan juga mempunyai indra yang sama seperti manusia, yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap, dan peraba. Berat orang utan jantan sekitar 50–90 kilogram, sedangkan orang utan betina beratnya sekitar 30–50 kilogram. Telapak tangan mereka mempunyai 4 jari-jari panjang ditambah 1 ibu jari, telapak kaki mereka juga memiliki susunan jari-jemari yang sangat mirip dengan manusia.
Berkurangnya populasi orang utan tidak terlepas dari ulah manusia yang bertindak semaunya sendiri. Orang utan banyak diburu manusia, karena memasuki wilayah perkebunan atau perusahaan dan mencuri makanan warga sehingga dianggap hama oleh manusia. Mereka masuk di wilayah warga karena di hutan mereka tidak bisa menemukan makanan.
Pengurangan hutan dengan skala besar (deforestasi) untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit dan pemukiman warga membuat habitat orang utan semakin menyempit dan mengancam kelangsungan hidup hewan ini. Tidak heran jika seringkali orang utan masuk ke wilayah warga dan mengamuk. Mereka juga makhluk hidup yang bisa marah jika rumah mereka dirusak.
Ada beberapa kasus yang menunjukkan betapa kejamnya manusia terhadap satwa langka tersebut. Contohnya di Kalimantan Tengah, beberapa warga tega membakar dan memakan orang utan beramai-ramai. Tindakan tersebut menunjukan bahwa manusia zaman sekarang sudah tidak mempunyai rasa kemanusiaan. Bahkan di Langsa, Aceh, terdapat sindikat perdagangan satwa langka, salah satunya memperdagangkan bayi orang utan. Bayi orang utan kerap 'diculik' dari induknya dan dijual sebagai hewan peliharaan. Penculikan bayi orang utan ini umumnya melibatkan pembunuhan induk orang utan, sehingga setiap satu bayi orang utan yang diculik, satu induk dewasa harus mati.
Selain itu, orang utan juga diburu untuk diambil tengkoraknya dan dijual dengan harga tinggi. Berbagai macam motif mulai dari iseng, hobi, sampai untuk mencari keuntungan pribadi, membuat semakin maraknya kasus serupa. Hal itu menunjukan rasa kemanusiaan manusia yang semakin luntur oleh keegoisan mereka. Kehidupan satwa langka di ambang kepunahan apabila pemerintah tidak tegas dalam menangani kasus tersebut.
Orang utan mempunyai peranan penting bagi lingkungan sekitarnya. Seperti kalimat yang dikutip dari Chaerul Saleh dari salah satu artikelnya yang di-posting di World Wildlife Fund Indonesia. "Orang utan berperan besar dalam pemeliharaan habitat mereka. Jika orang utan punah, maka hutan suatu hari nanti pun akan hilang."
Chaerul Saleh mengatakan seperti itu karena orang utan berperan penting sebagai distributor utama biji-bijian di seluruh kawasan hutan. Hal tersebut terjadi karena orang utan mengonsumsi buah-buahan dalam jumlah besar. Biji buah-buahan akan mereka taburkan ke seluruh hutan. Banyak buah dan tanaman lainnya yang merupakan komponen penting dari hutan hujan tropis, bergantung pada penyebaran biji oleh orang utan. Karena orang utan merupakan penyebar biji yang handal, ia sering disebut gardeners of the forest.
Jika populasi orang utan semakin berkurang, tidak mustahil suatu saat nanti orang utan akan punah. Kepunahan orang utan tentunya mempunyai pengaruh khususnya di bidang pariwisata Indonesia. Dengan punahnya orang utan, Indonesia kehilangan salah satu pesona untuk menarik minat wisatawan dan hal itu berpengaruh bagi devisa negara yang memang sebagian besar diambil dari para wisatawan yang berkunjung ke Indonesia.
Punahnya orang utan berpengaruh terhadap generasi yang akan datang. Mereka tidak dapat menikmati keindahan dan keunikan orang utan secara langsung dengan mata mereka sendri. Mereka hanya dapat melihatnya melalui gambar atau lewat media lain. Sangat disayangkan jika hal tersebut sampai terjadi pada generasi kita selanjutnya. Di mata dunia internasional, kita bisa dicap sebagai negara yang tidak bisa melindungi sumber daya alam (SDA) dengan baik.
Untuk mencegah kepunahan orang utan atau agar orang utan tidak terus-menerus diburu, pemerintah telah menerapkan Undang-Undang nomor 1990, tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.
Pasal 21 ayat (1) Setiap orang dilarang untuk: a). mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati; b). mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
Pasal 21 ayat (2) Setiap orang dilarang untuk: a). menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; b). menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati; c). mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; d). memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; e). mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan atau sarang satwa yang dilindungi.
Masih dalam undang-undang yang sama, barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran, maka akan dijerat dengan Pasal 40 ayat (2) dan atau ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta. Sementara, barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran, maka akan dijerat dengan Pasal 40 ayat (2) dan atau ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta.
Selain itu, pemerintah juga telah membuat peraturan yang berhubungan dengan satwa, antara lain: 1). Peraturan Pemerintah No.13 tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru; 2). Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan di Taman Hutan Raya; 3). Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Dengan adanya peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pemerintah, sikap masyarakat juga menentukan tingkat keberhasilan dijalankannya peraturan tersebut. Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi, salah satu caranya adalah melaporkan pelaku perburuan orang utan sehingga jumlah kasus tersebut dapat berkurang sehingga dapat mencegah kepunahan orang utan.
Sebagai warga negara Indonesia, sudah seharusnya kita ikut ambil bagian dalam pelestarian satwa langka, khususnya orang utan yang sekarang kondisinya sudah memprihatinkan. Kita dapat melakukan cara sederhana namun tetap berpengaruh dalam pelestarian orang utan antara lain: 1). Memberikan penjelasan kepada masyarakat akan pentingnya kelestarian binatang langka untuk tetap hidup di habitatnya. Sehingga, masyarakat tidak lagi mengusik keberadaan orang utan dan menjaga binatang langka tersebut untuk tetap hidup di habitat aslinya; 2). Mendukung setiap aktivitas pelestarian binatang langka yang dilakukan oleh lembaga pelestarian lingkungan;
Selanjutnya 3). Tidak melakukan perburuan binatang langka dan melaporkan setiap aktivitas perburuan binatang langka kepada pihak berwajib; 4). Tidak melakukan transaksi atas binatang langka, terutama binatang hidup; 5). Tidak memelihara orang utan; 6). Tidak memakai ataupun membeli souvenir yang terbuat dari bagian tubuh hewan yang dilindungi; dan 7). Menjaga dan melestarikan hutan dengan tidak menebang pohon sembarangan sehingga hewan langka tetap nyaman pada habitat aslinya.
Sekarang kita sudah mengerti betapa pentingnya menjaga kelestarian orang utan, jadi mulai sekarang mari kita jalankan tugas kita sebagai bentuk partisipasi untuk menjaga kelestarian orang utan.
Jangan biarkan orang utan punah, sehingga tidak hanya kita yang dapat menikmati keunikan orang utan, tetapi generasi yang akan datang juga dapt menikmati keunikan orang utan. (*/imm)
*Penulis: Mahasiswa Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
Ilustrasi: Orang Utan Mammalia Arboreal (Foto Pixabay)