Mariyem Puluhan Tahun Jadi Pemecah Batu Kapur
Sabtu, 05 Desember 2015 11:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
Tuban - Mariyem, 70, duduk bersimpuh di antara bongkahan batu kapur. Tak lama kemudian, tangan kirinya memungut batu seukuran kepala tangan. Batu itu lalu diletakkan di atas lempengan besi yang agak tebal. Tangan kanannya memegang martil lalu dihantamkan pada bongkahan batu itu. Terdengar suara benturan keras lalu batu remuk menjadi pecahan kecil-kecil. Debu beterbangan ke udara lalu menempel di dinding warung atau di bodi mobil yang melintas.
Tangan Mariyem yang kulitnya mulai keriput masih begitu tangkas melakukan pekerjaan berat itu. Memecah batu kapur untuk dijadikan koral. Mariyem dan puluhan perempuan lainnya di Desa Trutup, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, setiap hari bekerja sebagai tukang pemecah batu kapur itu.
Mariyem memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar kampungnya. Tepat di belakang perkampungan itu terlihat punggung pegunungan kapur. Punggung pegunungan itu ada yang terlihat berlubang bekas digali atau dikeruk. Batu kapur atau biasa disebut batu gamping terlihat putih. Alat berat yang dipakai mengeruk atau mengangkut batu kapur juga terlihat di sekitarnya.
Mariyem tak sanggup mengangkat sendiri bongkahan batu kapur dari pegunungan ke tempat pemecahan batu itu. Ia biasanya diambilkan batu itu oleh penduduk kampung. “Saya sudah puluhan tahun menjadi pemecah batu kapur ini,” ucap Mariyem saat ditemui.
Namun tenaga Mariyem tidak sekuat saat muda dulu. Seharian ia memecah batu kapur itu paling banyak mendapatkan satu kotak batu koral. Biasanya satu kotak batu koral itu dijual seharga Rp50.000. Batu koral itu banyak dijual ke daerah Bojonegoro, Tuban, hingga Lamongan untuk bahan baku beton atau tembok cor.
Warijah, 56, perempuan pemecah batu kapur lainnya, mengatakan, pekerjaan sebagai pemecah batu kapur ini telah berlangsung puluhan tahun. “Perempuan di sini sudah biasa mengambil batu kapur lalu memecahnya menjadi batu koral,” ucap perempuan paruh baya itu.
Para perempuan di kampung itu biasa memecah batu sebagai pengisi waktu luang. Usai melakukan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, mereka lalu bekerja sebagai tukang pemecah batu tersebut. “Lumayan bisa membantu penghasilan keluarga,” ucapnya.
Para perempuan yang memecah batu kapur itu terlihat di beberapa titik di sepanjang jalur Bojonegoro-Tuban. Namun, kebanyakan mereka terdapat di dekat pabrik pembakaran batu kapur. Puluhan pabrik pembakaran dan pengolahan batu kapur terlihat di daerah Plumpang.
Batu kapur banyak dimanfaatkan untuk bahan baku odol, sabun mandi, atau batu gamping yang dibuat untuk dinding rumah. Namun, kegiatan eksploitasi batu kapur di pegunungan itu mengancam kelestarian alam dan lingkungan. Pegunungan yang dikeruk terlihat tandus dan rusak. Pohon-pohon dan tanaman yang dulu menutup pegunungan itu hilang dan berganti dengan tebing-tebing yang menganga dan gersang. (ver/kik)