DPRD Bojonegoro Bahas Raperda Kawasan Tanpa Rokok, PDIP Minta Ada Pertimbangan Sosial dan Ekonomi
Minggu, 26 Oktober 2025 15:00 WIBOleh Tim Redaksi
Bojonegoro- Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Bojonegoro berpandangan bahwa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) harus mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi.
Hal itu disampaikan dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro yang digelar pada Jumat (24/10/2025) lalu dengan agenda pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Rapat ini merupakan rangkaian proses pembentukan peraturan daerah yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, dan bebas dari asap rokok.
Agenda rapat diawali dengan penyampaian Nota Penjelasan Bupati Bojonegoro Setyo Wahono terhadap Raperda tentang Kawasan Tanpa Rokok. Dalam penjelasan Bupati Wahono, pemerintah daerah menegaskan pentingnya regulasi ini sebagai upaya perlindungan masyarakat dari bahaya rokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.
"Raperda KTR diharapkan dapat menjadi dasar hukum dalam penataan kawasan publik yang sehat, khususnya di tempat-tempat pelayanan kesehatan, pendidikan, perkantoran, tempat ibadah, serta sarana transportasi umum," kata Bupati.
Selanjutnya, rapat dilanjutkan dengan penyampaian Pandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD terhadap Raperda KTR.
Juru bicara fraksi PDI Perjuangan, Natasya Devianti, menyampaikan bahwa pembahasan Raperda KTR sejalan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan UU Kesehatan. Aturan tersebut secara tegas mengamanatkan agar pemerintah daerah menetapkan kawasan tanpa rokok melalui peraturan daerah.
Namun, Fraksi PDI Perjuangan mengingatkan bahwa terdapat tantangan baik sosial maupun ekonomi. Sebab, Bojonegoro merupakan salah satu daerah penghasil tembakau terbesar di Jawa Timur.
Dalam pandangan umumnya, Fraksi memaparkan sejumlah data penting yang menggambarkan kondisi riil terkait konsumsi tembakau di Indonesia dan posisi Bojonegoro sebagai daerah penghasil tembakau. Pada tahun 2023, terdapat sekitar 70 juta perokok aktif, dengan 7,4 persen di antaranya merupakan perokok muda usia 10–18 tahun. Pendapatan negara dari cukai rokok pada tahun 2023 mencapai Rp 210,29 triliun. Bojonegoro sendiri berkontribusi sebesar Rp 84 miliar dari total cukai tersebut.
Produksi tembakau Bojonegoro mencapai 11.250 ton per tahun, dengan 19 pabrik rokok yang mempekerjakan sekitar 12.500 pekerja, mayoritas perempuan. Maka dari itu, PDI Perjuangan Bojonegoro dengan data tersebut menunjukkan bahwa kebijakan Kawasan Tanpa Rokok bukan hanya isu kesehatan, tetapi juga berdampak langsung pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Fraksi PDI Perjuangan menegaskan bahwa kebijakan Kawasan Tanpa Rokok harus dijalankan tanpa menimbulkan kegelisahan sosial dan ekonomi. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro diharapkan mengedepankan pendekatan yang dialogis dan inklusif dalam implementasinya.
"Raperda ini harus menjadi instrumen untuk mendorong perubahan perilaku perokok ke arah yang lebih sehat, bukan sekedar pembatasan. Pemerintah juga perlu melibatkan industri rokok, tenaga kerja, dan masyarakat dalam perumusan kebijakan agar tidak ada pihak yang dirugikan," tegas Natasya.
Dalam pembacian akhir pandangan Fraksi PDI Perjuangan menyatakan dukungan agar Raperda Kawasan Tanpa Rokok agar pembahasan untuk lebih lanjut untuk berikutnya. Diharapkan langkah-langkah ini menghasilkan kebijakan yang adil, aplikatif, dan berpihak pada kesehatan masyarakat tanpa mengabaikan aspek ekonomi lokal.
"Pembahasan Raperda agar lebih mendetail yang akhirnya mendapat regulasi yang melahirkan kebijakan kepada masyarakat. Dan tetap menjaga keberlanjutan ekonomi daerah," pungkas Natasya Devianti.(red/toh)









































.md.jpg)






