Selamatkan Generasi Emas Bojonegoro
Sabtu, 05 Maret 2016 08:00 WIBOleh Atiek Setiyawan
Oleh Atiek Setiyawan
Indonesia darurat Narkoba dan pelecehan seksual terhadap anak, lalu bagaimana dengan kita Bojonegoro akankah aman nyaman dan tenang tenang. Jangan mengira. Tahukah anda di awal tahun 2016 ini saja ada angka fantastis terkait jumlah kehamilan di Bojonegoro. Kodrat hamil itu lumrah bagi kaum wanita, masalahnya bagaimana jika kehamilan itu terjadi di usia 14-16 tahun (kira kira usia SMP sampai kelas 1 SMA) bagaimana ini. Jumlah usia kehamilan antara 14-16 tahun di Bojonegoro di awal tahun 2016 ini mencapai 700 kasus. Bagaimana nasib mereka dan anak yang dilahirkan kelak, aneh bukan jika anak harus membesarkan anak. Belum lagi usia yang terlalu dini ternyata rentan terhadap beberapa resiko. Mulai kematian hingga pertumbuhan janin? Lalu bagaimana melihat kasus ini.
Angka 700 bukan angka yang enteng dan rendah, siapa yang harus bertanggungjawab?. Pemerintah ? Jangan melemparkan kesalahan pada orang lain. Jadi ingat lagu "Angge angge orong orong ora melu gawe melu momong”. Anak adalah tanggungjawab orang tua. Dimana mereka, sibuk tak ada waktu karena menyiapkan masa depan ataukah bagaimana. Pada intinya setiap orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk anak anaknya, kerja keras dengan segala usaha demi anak anaknya kadang sedikit lepas, itulah manusia tak luput dari khilaf. Lalu bagaimana kita bisa menyelamatkan anak anak kita. Rasanya belum terlambat jika kita segera tersadar bahwa anak anak kita tetap membutuhkan sosok orang tua baik ibu dan ayah.
Mulailah dengan meluangkan waktu bersama anak, ya mulai menjadwalkan waktu keluarga. Ketua Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak Bojonegoro, dra. Hj. Mahfudhoh Suyoto membuat gerakan 1821. Apa itu, gerakan 1821 adalah mematikan handphone,gadget dan televisi mulai pukul 18.00 sampai dengan jam 21.00 WIB . Gerakan ini harus dimulai dari lingkungan keluarga utamanya orang tua. Rasanya kok aneh kita menuntut anak belajar malah kita asyik menonton televisi ataupun main gadget.
Orang tua adalah contoh terbaik bagi anak anaknya. Kita pun tak boleh egois menuntut sementara kita tak berbuat apapun. Setidaknya kita menghormati anak kita. Bukan hanya orang tua yang harus dihormati anak pun punya hak yang sama seperti orang tua. Kesadaran ini harus dimiliki oleh kedua orang tua dan anak anak, peran saling menguatkan mensupport adalah sangat penting. Apalagi anak anak yang tengah dalam proses pencarian jati diri orang tua harus aktif memantau. Aktif bukan mengekang apalagi terkesan tak peduli, mereka membutuhkan sosok sosok superhero yakni orang tua bukan sosok artis dan idola yang kini banyak memenuhi pikiran anak anak kita.
1821 salah satu langkah tepat menyelamatkan keluarga dan anak anak kita. Rasanya bukan suatu yang berat jika harus mematikan televisinya selama 3 jam. Hitung-hitung hemat energi dan mengurangi pengeluaran PLN. Memanfaatkan waktu tiga jam untuk mendekatkan bersama keluarga semisal makan bersama, belajar atau mendampingi anak anak belajar. Setidaknya tanyakan apa yang terjadi hari ini dan apa saja yang telah dilalui anak anak kita. Bukannya kepo atau mau tahu urusan? Namun rasanya lumrah jika menanyakan hal itu.
Mungkin diawal terasa aneh namun dengan pembiasan akan menjadi sebuah hal sederhana yang akan dirindukan. Jangan menunggu momen apa peristiwa untuk melakukan koreksi dari awal ini adalah demi anak anak kita. Kita sama sama sedang proses belajar, yang selama ini aktif dengan gadget dan lain lain. Berapa kali kita meliat handphone update status atau komen atas status orang lain jika dibandingkan bertanya kepada anak kita. Mari kita jawab sendiri sendiri. Hanphone medsos rasanya seperti mendekatkan yang jauh namun menjauhkan yang dekat. Anak adalah masa depan kita, sebelum terlambat.
Mengapa 700 anak usia 14-16 tahun yang hamil di Bojonegoro di awal tahun 2016 ini. Sebenarnya apa yang terjadi dengan anak anak kita?. Banyak pertanyaan yang terlintas di benak saya, apakah mereka yang kebablasan ataukah kita orang tua yang tak memiliki waktu untuk mengawasi anak anak kita. Atau kita salah memberikan kepercayaan kepada mereka. Ternyata banyak hal yang sudah terjadi. Era digital dan modernisasi kita anggap biasa tanpa sama sekali memikirkan proteksi untuk anak anak kita. Betapa mudah kita membiarkan anak anak mendapat gadget, mirisnya lagi kita sama sekali tak melakukan fungsi kontrol kepada mereka.
Ada hal lain yang membuat anak anak kita menjadi seperti ini apa itu? Televisi yang menyajikan tontonan gosip, sinetron yang mempertontonkan gaya hidup wah, gampangnya mendapatkan fasilitas mewah . Persaingan antar geng, gaya pacaran yang bebas disorot. Hei...hidup bukan sinetron. Uang tak datang serta merta. Siapa kita siapa orang tua kita. Apa ujug ujug dapat harta warisan apa menemukan bongkahan berlian saat lagi melamun. Kita bisa lihat bagaimana sinetron mengajarkan hidup enak mewah serba cukup tanpa kerja keras. Modal pacaran tahu tahu kaya. Kemana Komisi Penyiaran Indonesia. Aneh badan sensor kok ya meluluskan sinetron yang jauh dari jati diri bangsa dan sama sekali tak mendidik. Apa yang menjadi pertimbangan mereka? Dimana tolak ukurnya.
Jangan biarkan anak anak kita menyantap tontonan yang tak layak, kendali ditangan keluarga matikan tv gadget dan hp untuk sementara mulai jam 18.00 - 21.00 untuk menyelamatkan anak kita. Mau bergantung pada siapa KPI atau badan sensor mana mungkin kadang mereka gak benar benar menjalankan fungsinya buat apa. Lagipula televisi di rumah kita tinggal turn off dan lakukan aktifitas positif mengapa tidak. Ajakan ini semoga menyelamatkan generasi generasi emas kita aset aset dimasa depan. Jangan menunggu selagi kita bisa.
Wong pertanggungjawaban atas amanah anak juga akan dipertanyakan kepada kita, bukan kepada pemerintah, KPI, pemilik stasiun tv oleh Allah SWT di yaumul hisab. Itu pasti akan terjadi tak mungkin tidak. Sudah waktunya kita bergerak dan berbuat. Turn off tv gadget mulai pukul 18.00 sampai 21.00. Insyallah kita bisa.
Penulis pegawai di Bagian Humas dan Protokoler Pemkab Bojonegoro