Bangku dan Kisahmu Ibu
Selasa, 22 Maret 2016 08:00 WIBOleh Atiek Setiyawan *)
*Oleh Atiek Setiyawan
Bangku tua kini hanya menyisakan kisah usang akan perjalanan hidup yang telah dilalui. Bangku kayu yang telah berumur dua generasi itu masih kokoh. Meski telah berpuluh-puluh orang silih berganti menyandarkan kekesalan, keletihan hidup, tangis, tawa dan air mata. Di bangku tua itu pula mengalir bait-bait doa nan tulus dari bibirmu ibu. Tak siang tak petang untaian doa engkau panjatkan agar keselamatan menaungi anak-anakmu, dan puluhan cucu yang terlahir cikal bakal dari rahim anak-anakmu. Keberkahan dan rejeki yang halal akan kami dapatkan di manapun dan kapanpun.
Ibu, kami masih ingat betul kaca mata tua yang selalu melorot di antara tulang hidungmu yang kini diliputi kulit keriput. Engkau mengatakan pada kami anak-anakmu. Tuhan menghadirkan kehidupan melalui napas yang dipinjamkan, kelak napas itu akan kembali kepada yang memiliki. Dengan napas itu kini engkau bisa mendobrak alam rahim menuju dunia menyesap setiap anugerah yang diberikan oleh Sang Pencipta. Mulai oksigen yang engkau nikmati secara gratis, demikian pula air yang engkau teguk manakala dahaga dan murka. Napasmu akan dipertanggungjawabkan, kami masih terlalu kecil memahami itu ibu namun kami akan selalu mengingat dan kini ketika nalar kami telah dewasa kami memahami. Meski untuk mengakui kebenaran itu banyak perjalanan yang harus kami temui, melalui beberapa persinggahan dan nyaris terkantuk ketika cobaan hidup mendera.
Oh ibu, hanya bangku tua itu yang kini tersisa dari penggalan tahun-tahun yang kami lalui. Saat engkau masih muda berparas cantik sehingga bapak tak berhenti menembangkan langgam kasmaran dan asmrodhono. Tapi itu kami menyadari kecantikanmu bukan karena parasmu, namun karena ketulusanmu mendampingi bapak. Menjadi teman dalam perjalanan meski nyaris engkau ditinggalkan kala godaan hidup datang. Kecantikanmu karena besarnya cinta kasih yang engkau berikan kepada kami anak-anakmu tulus, tanpa menuntut apapun baik balasan dan apapun itu. Kami takkan mampu mengulang semua kebersamaan itu ibu, makan beralaskan daun. (*/kik)