Alfaida Primadiansari (23) Berbagi Pengalaman Belajar Bahasa Jerman di Austria
Belajar Pentingnya Saling Menghormati Kepercayaan Lain
Minggu, 10 April 2016 16:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
TIDAK cukup hanya 4 tahun menempuh studi di Sastra Jerman, gadis asal Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro ini nekad terbang ke negeri di mana bahasa Jerman digunakan, yaitu Austria. Tetapi tentu saja modal nekad saja tidak cukup. Alfaida Primadiansari (23) mempersiapkan segalanya sebaik mungkin sehingga dia bisa mengikuti program Au Pair di Austria.
Au Pair merupakan program untuk pemuda yang ingin belajar di luar negeri dengan murah. Sebagai imbal baliknya. mereka yang mengikuti program ini akan membantu Guest family, misalnya menjaga anak tuan rumah. Namun tentu saja, AU Pair berbeda dengan TKI. Mereka yang mengikuti program ini menjadi bagian keluarga Geust Fam yang menampung mereka. Mereka juga akan mendapat pendidikan bahasa dan uang saku dari Guest Fam.
Nah, Alfadia telah mencoba program Au Pair selama setahun di Austria. Alfa berangkat 5 Maret 2015 sampai 17 Februari 2016. Dia menjaga putri Geust Fam yang berumur lima tahun bernama Sara
Gadis yang lebih akrab dipanggil Alfa ini, selain belajar bahasa Jerman bersama guest familinya, dia juga menyempatkan untuk berkeliling ke 6 negara di Eropa seperti Jerman, Bosnia, Slovakia, Italy, Belanda dan Kroasia.
Melalui Au Pair, Alfa melihat langsung tentang kebudayaan di negeri Eropa. Tentu saja dia juga mendapat teman dan pengalaman luar biasa. Alfa juga mempelajari bagaimana pentingnya menghormati kepercayaan orang lain. Mayoritas orang Austria adalah non muslim, namun mereka tidak keberatan dengan Alfa yang muslim dan memakai jilbab.
Masih ingat insiden insiden bom di Paris dan pembunuhan karena dipicu dugaan penghinaan kepada Nabi Muhammad? Alfa yang saat itu berada di Austria sempat ketakutan akan menerima dampak diperlakukan tidak ramah. Pada kenyataannya, mereka ternyata tetap ramah terhadap Alfa. Bila Alfa senyum dan menyapa, mereka pun balik menyapa Alfa.
"Bahkan selama setahun itu, aku sering diundang minum teh, ada juga yang ngundang petik buah di kebunnya. Kebiasaan orang Eropa bila ketemu, mereka suka menyapa dengan Halo atau Selamat Pagi,” terang Alfa kepada beritabojonegoro.com (BBC), kemarin Sabtu (09/04).
Di sini Alfa menyadari bahwa perlakukan orang lain juga cerminan dari perilaku diri sendiri ke orang lain. "Ternyata semua itu tergantung bagaimana sikap kita ke orang lain. Kalau sikap kita ramah dan sopan, mereka juga bakal balik bersikap sopan,” kata Alfa menjelaskan.
Namun walaupun keberadaan Alfa diterima mereka dengan ramah, Alfa tetap tidak bisa berkarir di sana dengan jilbab. Kecuali dia menjadi guru agama Islam. Berada jauh dari Indonesia, sering membuat Alfa kangen masakan Indonesia terutama rasa pedas khas Indonesia. "Aku suka masakan pedas, tapi di sana cabe mahal," ujarnya tertawa.
Pengalaman menarik lainnya adalah ketika momen Ramadhan. Berada di lingkungan yang non muslim, membuat Alfa semakin kuat. Apalagi puasa di Austria waktunya lebih lama. Mulai jam 3 pagi sampai jam 10 malam.
"Ramadhan itu spesial banget, aku diajak sama guest fam untuk menghadiri undangan buka puasa bersama teman-temannya dari berbagai negara. Jadi aku bisa tau menu masakan dari Tunisia, Suriah, Arab, Italy, Bosnia dan lain-lain,” katanya mengenang.
Alfa juga ikut kursus dengan program winter semester bahasa Jerman di Innsbruck University selama 1 semester, walaupun dengan tabungan uang sakunya sendiri. Sedangkan yang summer course bahasa Jerman yang dia ikuti itu dibiayai oleh guest fam.
"Untuk mengikuti program Au Pair harus memantapkan hati dan tujuan berada di luar negeri itu untuk apa. Karena tidak jarang teman-teman Au Pair yang niatnya hanya jalan-jalan tetapi ekspetasinya tidak sesuai realita. Sehingga baru beberapa minggu mereka kembali ke Indonesia," pungkasnya. (ver/moha)