Bulan Puasa, Perajin Ledre di Padangan Kewalahan Melayani Pesanan
Jumat, 10 Juni 2016 10:00 WIBOleh Heriyanto
Oleh Heriyanto
Padangan - Bulan puasa selalu memberikan berkah bagi perajin ledre di Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro. Sejak awal puasa, perajin jajanan khas Bojonegoro ini kebanjiran pesanan dari pelanggan di berbagai kota.
Umi Kulsum, 35, salah satu perajin ledre misalnya. Ia kini lebih sibuk membikin kue ledre dari sebelumnya. Selepas sahur, Umi langsung menuju ke dapur berukuran 2 meter x 3 meter yang terletak di samping rumahnya. Ketika embun masih belum sirna, Umi sudah membuat perapian di tungku yang terbuat dari batu bata merah. Perapian itu memakai arang kayu jati yang panasnya bisa tahan lama. Setelah arang panas menganga, Umi meletakkan wajan dengan posisi agak miring di atasnya. Setelah dirasa wajan itu cukup panas, tangannya dengan cekatan menaruh adonan tepung beras di pinggiran wajan itu. Lalu, tepung beras dioles-oles hingga bentuknya menjadi melebar dengan ketipisan tertentu. Selanjutnya, dia meletakkan potongan buah pisang raja di atas lembaran itu lalu mengolesnya hingga rata. Setelah warnanya berubah kecokelatan, Umi cepat-cepat mengangkatnya dan dengan kecepatan tinggi dia menggulung lembaran itu menjadi gulungan. Bentuknya berubah menjadi seperti gapit gulung. Makanan itulah yang disebut ledre yaitu makanan khas Bojonegoro.
“Sekarang, hampir seharian saya membuat ledre. Soalnya, pesanan ledre banyak sekali,” tutur Umi, Jumat (10/06).
Biasanya dalam sehari Umi hanya membuat lima bungkus ledre dengan isi 20 batang ledre. Namun, sejak awal puasa rata-rata per hari bisa membuat 10-20 bungkus. Itu untuk memenuhi pesanan yang kini selalu datang. Bahkan, ada pesanan yang meminta 100 bungkus ledre dalam sepekan.
“Sekarang saya kewalahan membuat ledre itu,” ujar Umi yang mengaku lulusan SMP itu.
Setelah gulungan ledre itu jadi dengan sempurna, Umi memasukkannya ke kantong plastik ukuran dua kilogram. Satu bungkus isinya 20 batang ledre. Harga satu bungkus itu dijual di dalam kota Rp6.000 namun kalau di luar kota Rp7.000.
Selama Ramadan ini, kata dia, banyak pesanan dari luar kota seperti Madiun, Solo, dan Jakarta. Pesanan itu kebanyakan dari para pelanggan lama yang telah mengenal ledre sejak lama. Pemesan biasanya langsung mengirim uang melalui bank sudah termasuk biaya kirim dan kalau ledrenya sudah jadi, Umi langsung mengirimnya.
Jajanan khas Bojonegoro yang rasanya gurih bercampur manis ini juga banyak dijual di toko oleh-oleh khas Bojonegoro yang ada di pinggir jalan raya Bojonegoro-Cepu dan Bojonegoro-Ngawi. Biasanya, ledre itu dikemas dalam kemasan khusus sehingga tidak mudah remuk atau rusak. Biasanya, satu kemasan ledre berisi dua bungkus ledre dijual Rp12.000 sampai Rp13.000.
Menurut Arifin, 56, pemilik toko Prima Rasa yang menyediakan oleh-oleh khas Bojonegoro, mengaku, permintaan ledre memang cenderung meningkat mendekati Lebaran. Bila biasanya dia hanya menjual 30 bungkus ledre namun kini rata-rata mampu menjual 50-60 bungkus ledre per hari.
“Stok ledre sekarang ditambah hingga tiga kali lipat. Biasanya, seminggu sebelum Lebaran dan seminggu sesudah Lebaran, permintaan ledre sangat banyak,” ungkapnya.
Perajin ledre banyak tersebar di wilayah barat Bojonegoro di antaranya di Desa Padangan, Kuncen, dan Kalangan, Kecamatan Padangan. Di Desa/Kecamatan Padangan misalnya terdapat ratusan perajin ledre. Mereka sudah membuat kerajinan makanan khas Bojonegoro itu sejak lebih dua puluh tahun silam. Perajin ledre kini juga ada di Desa Kuniran dan Gapluk, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Bojonegoro. Konon, ledre ini merupakan makanan istimewa hidangan para raja pada zaman kerajaan Majapahit. (her/kik)