Miki Komala, Komikus asli Bojonegoro
Agar Karya Lebih Bagus, Butuh Pengaruh dan Referensi
Senin, 01 Februari 2016 17:00 WIBOleh Piping Dian Permadi
Oleh Piping Dian Permadi
Kota - Sebagai buku cerita, komik lebih banyak diminati ketimbang buku jenis lainnya, seperti novel, roman atau kumpulan cerita pendek. Itu disebabkan karena adanya dominasi gambar di dalam komik. Paling tidak itu diakui oleh Miki Komala (31), seorang komikus asli Bojonegoro.
Ditemui beritabojonegoro.com (BBC), di rumahnya Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kelurahan Ngrowo, Kecamatan Bojonegoro, Minggu (31/01) kemarin, Miki Komala bercerita tentang bagaimana dia bisa menjadi komikus.
“Saya mengirimkan karya ke penerbit. Nggak nyangka diterima. Itu baru pertama kali ngirim. Tapi karya saya yang memang bagus karena saya membuatnya maksimal,” katanya mengenang.
Saat itu Meck, sapaan akrabnya, sampai bingung ketika ditawari penerbit mengenai honorarium, dengan cara jual putus atau royalti. Tetapi dia memilih jual putus dengan dihargai sebesar sekitar Rp 5 juta. Ternyata itu tidak seberapa, sebab ada penerbit lain yang memberi harga lebih tinggi, sampai Rp 15 juta.
“Itu kalau jual putus, dengan kontrak hingga beberapa tahun. Tapi kalau pakai cara royalti, dihitung sesuai jumlah buku terjual. Kalau laris, berarti dapat honor banyak,” terang dia.
Meck mengaku, membuat komik secara otodidak. Dia sering latihan dengan meperhatikan komik-komik yang dia baca. Dulunya hanya menikmati cerita dan gambarnya saja, sebagai pembaca. Tetapi kemudian tumbuh keinginan untuk membuatnya. “Saya punya banyak referensi untuk membuat komik. Dari yang Eropa hingga manga, Jepang,” katanya.
Di rak miliknya yang lumayan besar, tertata rapi ratusan eksemplar komik dari berbagai jenis. “Sebenarnya saya menyukai manga, Jepang. Paling mudah dan paling banyak diminati,” katanya.
Kata Meck, jenis komik memang bermacam-macam. Setiap negara bahkan punya genre atau jenisnya sendiri-sendiri. Termasuk Jepang yang dia minati itu. Di Jepang, cerita Meck, tidak ada istilah komik. Istilah mereka adalah manga. Sebagaimana istilah komik, adalah yang dipakai di Eropa dan Amerika.
Salah satu referensi utama seorang komikus adalah karya Will Eisner (1917-2005). Komikus dari Amerika Serikat itu membuat buku berisi teori-teori tentang komik yang cukup berpengaruh di dunia. Di antaranya Making Comic, Understanding Comic dan Contract with God Trilogy.
“Di Indonesia sendiri, sebenarnya katanya sudah nggak asli. Tidak dapat kita pungkiri menerima pengaruh dari luar. Will Esiner itu pengaruhnya luar biasa. Itu sudah pasti tetapi bagus, kita bisa mengikutinya,” terangnya.
Soal pengaruh tadi, Meck memandangnya secara positif. Bahwa orang mesti mendapat pengaruh agar bisa berkarya lebih baik, dengan cara memperkaya referensi.
Meck melanjutkan, dia membuat komik dengan bantuan aplikasi komputer. Yakni sebuah perangkat terpisah yang bisa digunakan untuk coret-coret yang langsung menyambung ke komputer. Dia membelinya seharga Rp 1,5 juta.
“Alat ini sekadar mempermudah saja. Tidak bekerja sepenuhnya. Jadi yang bekerja atau berkarya tetap tangan kita. Bagus tidaknya tergantung orangnya,” tutur dia.
Saat ini Meck juga tengah mempersiapkan komik terbarunya untuk dikirim ke penerbit sembari menunggu kabar dari penerbit sebelumnya. “Entah diminati pasar atau tidak,” terangnya. (ping/tap)